Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 7-11
14JAN
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah surah ke 6: 165 ayat
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah surah ke 6: 165 ayat
“7. Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.” 8. dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) malaikat?” dan kalau Kami turunkan (kepadanya) malaikat, tentulah selesai urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikitpun). 9. dan kalau Kami jadikan Rasul itu malaikat, tentulah Kami jadikan Dia seorang laki-laki dan (kalau Kami jadikan ia seorang laki-laki), tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri. 10. dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelum kamu, Maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka Balasan (azab) olok-olokan mereka. 11. Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (al-An’am: 7-11)
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal kaum musyrikin dan keingkaran serta ke sombongan mereka terhadap perkara yang hak, dan sikap menantang mereka terhadap perkara yang hak.
Wa lau nazzalnaa ‘alaikal kitaaban fii qirthaasin falamasuuHu bi aidiiHim (“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri.”) (Al-An’am: 7)
Yakni mereka melihat turunnya kitab itu dengan mata kepala mereka sendiri, lalu mereka memegangnya.
Laqaalal ladziina kafaruu in Haadzaa illaa sihrum mubiin (“Tentulah orang-orang yang kafir itu berkata, ‘Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.’”) (Al-An’am: 7)
Hal ini semakna dengan apa yang diberitakan oleh Allah Swt. tentang kesombongan mereka terhadap hal-hal yang kongkret, yaitu melalui firman-Nya yang artinya:
“Dan jika seandainya Kami membutuhkan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, “Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir.” (Al-Hijr: 14-15)
Dan sama dengan yang terdapat di dalam firman-Nya yang artinya:
“Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur, mereka akan mengatakan, ‘Itu adalah awan yang bertindih-tindih.” ((Ath-Thuur: 44)
Firman Allah Swt.: wa qaaluu lau laa unzila ‘alaiHi malak (“Dan mereka berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya [Muhammad] malaikat?’”) (Al-An’am: 8)
Yakni sebagai juru pemberi peringatan bersamanya. Maka Allah menjawab melalui firman-Nya:
Wa lau anzalnaa malakal laqudliyal amru tsumma laa yundharuun (“Dan kalau Kami turunkan [kepadanya] malaikat, tentu selesailah urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh [sedikit pun].”) (Al-An’am: 8)
Yakni seandainya diturunkan malaikat kepadanya untuk mereka, niscaya akan datang kepada mereka azab dari Allah, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya yang lain yang artinya:
“Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh.” (Al-Hijr: 8)
“Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa.” (Al-Furqan: 22), hingga akhir ayat.
Mengenai firman Allah Swt.: wa lau ja’alnaaHu malakal laja’alnaaHu rajulaw wa lalabasnaa ‘alaiHim maa yalbisuun (“Dan kalau Kami jadikan rasul itu seorang malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa seorang laki-laki; dan [kalau Kami jadikan dia berupa seorang laki-laki], tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri.”) (Al-An’am: 9)
Yakni seandainya Kami turunkan bersama dengan rasul manusia seorang rasul malaikat. Dengan kata lain, seandainya Kami kirimkan kepada manusia seorang rasul dari malaikat, niscaya dia berupa seorang laki-laki agar mereka dapat berkomunikasi dengannya dan mengambil manfaat darinya. Dan seandainya memang demikian, niscaya perkaranya akan meragukan mereka, sebagaimana mereka pun ragu terhadap diri mereka sendiri dalam menerima rasul manusia. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya yang artinya:
“Katakanlah, ‘Kalau sekiranya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang malaikat menjadi rasul.” (Al-Isra: 95)
Maka merupakan rahmat Allah Swt. kepada makhlukNya. Dia mengutus kepada setiap jenis makhluk, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, agar dia dapat menyeru mereka dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya dalam berkomunikasi dan bertanya jawab . Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain yang artinya:
“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah dan membersihkan (jiwa) mereka.” (Ali Imran: 164), hingga akhir ayat.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa seandainya datang kepada mereka seorang malaikat, maka tidaklah dia mendatangi mereka melainkan dalam bentuk (rupa) seorang laki-laki. Karena sesungguhnya mereka tidak akan dapat melihat malaikat dalam bentuk aslinya, mengingat malaikat diciptakan dari nur (cahaya).
Wa lalabasnaa ‘alaiHim maa yalbisuun (“tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri.”) (Al-An’am: 9)
Yakni niscaya Kami membingung-bingungkan atas mereka apa yang mereka bingung-bingungkan atas diri mereka sendiri. Menurut Al-Walibi, makna ayat ialah “dan tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka”.
Firman Allah Swt.: wa laqadistuHzi-a birusulim min qablika fa haaqal ladziina sakhiruu minHum maa kaanuu biHii yastaHzi-uun (“Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokan mereka. (Al An’am: 10)
Makna ayat ini mengandung hiburan yang ditujukan kepada Nabi Saw dalam menghadapi reaksi kaumnya yang mendustakannya. Juga mengandung janji baginya dan bagi orang-orang yang beriman kepadanya, bahwa akan diperoleh kemenangan akibat yang baik di dunia dan akhirat. Kemudian Allah Swt. berfirman:
Qul siiruu fil ardli tsummandhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadzdzibiin (“Katakanlah, ‘Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu!’”) (Al-An’am: 11)
Yakni pikirkanlah oleh kalian sendiri dan lihatlah apa yang telah ditimpakan oleh Allah terhadap generasi generasi terdahulu, yaitu mereka yang mendustakan rasul-rasul-Nya dan mengingkarinya. Mereka ditimpa oleh azab, pembalasan, dan siksaan di dunia, di samping adzab pedih yang telah menunggu mereka di hari kemudian. Dan bagaimanakah Kami selamatkan rasul-rasul Kami beserta hamba hamba Kami yang mukmin.
&
No comments:
Post a Comment