Tuesday, June 12, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 37-39

0 Comments

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 37-39

16JAN
tulisan arab alquran surat al an'am ayat 37-39“Dan mereka berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.’ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami lupakan sesuatu pun di dalam AlKitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu, dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus.” (Al-An’am ayat 37-39)
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik, bahwa mereka pernah bertanya, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya suatu mukjizat dari Tuhannya ? ” Mukjizat ini diungkapkan dengan istilah ‘ayat’, yang artinya peristiwa yang bertentangan dengan hukum alam yang biasa mereka dapati, termasuk di antaranya ialah seperti apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:
“Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami.” (Al-Isra: 90) , hingga beberapa ayat berikutnya.
Firman Allah Swt.: qul innallaaHa qaadirun ‘alaa ay yunazzila aayataw walaakinna aktsaraHum laa ya’lamuun (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.’”) (Al An’am: 37)
Yakni Allah Swt. mampu untuk melakukan hal itu. Tetapi karena suatu hikmah (kebijaksanaan) dari-Nya, maka sengaja Dia menangguhkan hal itu. Karena sesungguhnya jikalau Allah menurunkan mukjizat seperti yang mereka minta, kemudian ternyata mereka tidak beriman, niscaya Allah akan menyegerakan siksaan-Nya terhadap mereka, seperti yang telah Allah lakukan terhadap umat-umat terdahulu. Allah Swt. telah berfirman yang artinya:
“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.” (Al-Isra: 59)
“Jika Kami kehendaki, niscaya Kami menurunkan kepada mereka mukjizat dari langit, maka senantiasa kuduk-kuduk mereka tunduk kepadanya.” (Asy-Syu’ara: 4)
Adapun firman Allah Swt.: wa maa min daabbatin fil ardli wa laa thaa-iriy yathiiru bijanaahaiHi illaa umamun amtsaalukum (“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat [juga] seperti kalian.”) (Al-An’am: 38)
Menurut Mujahid, makna umamun ialah berbagai macam jenis yang namanamanya telah dikenal. Menurut Qatadah, burung-burung adalah umat, manusia adalah umat, begitu pula jin.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: illaa umamun amtsaalukum (“Melainkan umat-umat [juga] seperti kalian.”) (Al An’am: 38) Yakni makhluk juga, sama seperti kalian.
Firman Allah Swt.: maa farath-naa fil kitaabi min syai-in (“Tiadalah Kami lupakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab.”) (Al-An’am: 38)
Maksudnya, semuanya ada berdasarkan pengetahuan dari Allah, tiada sesuatu pun dari semuanya yang dilupakan oleh Allah mengenai rezeki dan pengaturannya, baik sebagai hewan darat ataupun hewan laut.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (Hud: 6) Yakni tertulis namanamanya, bilangannya, serta tempat-tempatnya, dan semua gerakan serta diamnya terliputi semuanya dalam tulisan itu.
Allah Swt. telah berfirman pula :
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kalian, dan Dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Ankabut: 60)
Al-Hafizh Abu Ya’la mengatakan, ‘Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Waqid al-Qaisi Abu Abbad, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Isa ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Munkadir dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa belalang jarang didapat dalam masa satu tahun dari tahun-tahun masa pemerintahan Khalifah Uma r r.a. Kemudian Umar bertanya-tanya mengenai hal itu, tetapi sia-sia, tidak mendapat suatu berita pun. Dia sedih karena hal tersebut, lalu ia mengirimkan seorang penunggang kuda (penyelidik) dengan tujuan tempat anu, seorang lagi ke negeri Syam, dan seorang lagi menuju negeri Irak. Masing-masing ditugaskan untuk memeriksa keberadaan belalang di tempat-tempat tersebut.
Kemudian datang kepadanya penunggang kuda dari negeri Yaman dengan membawa segenggam belalang, lalu semuanya ditaruh di hadapannya. Ketika ia (Umar) melihatnya, maka ia mengucapkan takbir tiga kali. kemudian berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda:
“Allah Swt. telah menciptakan seribu umat (jenis makhluk), enam ratus umat di antaranya berada di laut dan yang empat ratusnya berada di daratan. Mula-mula umat yang binasa dari seluruhnya ialah belalang. Apabila belalang telah musnah, maka merembet ke yang lainnya seperti halnya untaian kalung apabila talinya terputus.”
Firman Allah Swt.: tsumma ilaa rabbiHim yuhsyaruun (“kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”) (Al An’am: 38)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Na’im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: tsumma ilaa rabbiHim yuhsyaruun (“kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”) (Al An’am: 38)
Bahwa penghimpunannya ialah bila telah mati.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Israil, dari Sa’id, dari Masruq, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas; disebutkan bahwa matinya hewan-hewan merupakan saat penghimpunannya.
Hal yang s ama telah diriwayatkan pula oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas .
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Mujahid dan ad-Dahhak yang semisal.
Pendapat yang kedua mengatakan, penghimpunannya ialah saat hari berbangkit, yaitu di hari kiamat nanti, berdasarkan firman Allah Swt. yang artinya:
“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.”(AtTakwir: 5)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Sulaiman, dari Munzir As Sauri, dari guru-guru mereka, dari Abu Zar, bahwa Rasulullah Saw. melhat dua ekor domba yang sedang adu tanduk (bertarung), lalu Rasulullah Saw. bersabda:
“HaiAbu Zar, tahukah kamu mengapa keduanya saling menanduk?” Abu Zar menjawab, “Tidak.” Nabi Saw. bersabda “Tetapi Allah mengetahui, dan Dia ketak akan melakukan peradilan di antara keduanya.”
Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ma’ma r , dari AI A’masy, dari orang yang disebutkannya, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ketika para sahabat sedang berada di hadapan Rasulullah Saw., tiba-tiba dua kambing jantan saling menanduk [berlaga]. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
“Tahukah kalian mengapa keduanya tanduk-menanduk?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Kami tidak tahu.” Rasulullah Saw. bersabad, “Tetapi Allah mengetahui, dan kelak Dia akan mengadakan peradilan di antara keduanya.”
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur Munzir As-Sauri, dari Abu Zar, lalu ia menyebutkannya, tetapi ditambahkan bahwa Abu Zar berkata, “Dan sesungguhnya Rasulullah Saw. meninggalkan kami, sedangkan tidak sekali-kali ada seekor burung mengepakkan sayapnya di langit melainkan beliau Saw. menceritakan kepada kami pengetahuan mengenainya.”
Abdullah ibnu Imam Ahmad telah mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Abbas ibnu Muhammad dan Abu Yahya Al-Bazzar; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Nasir, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al Awwam ibnu Muz ahim, dari Bani Qais ibnu Sa’labah, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Usman r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
“Sesungguhnya hewan yang tidak bertanduk benar-benar akan menuntut hukum qisas terhadap hewan yang bertanduk (yang telah menanduknya) kelak di hari kiamat.”
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mam, dari Ja’far ibnu Barqan, dari Yazid ibnul Asam, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya:
Illaa umamun amtsaalukum maa farrathnaa fil kitaabi min syai-in tsumma ilaa rabbiHim yuhsyaruun (“melainkan umat-umat [juga] seperti kalian. Tiadalah Kami lupakan sesuatu pun di dalam AlKitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”) (Al An’am: 38)
Bahwa semua makhluk kelak di hari kiamat dihimpunkan, termasuk semua binatang ternak, binatang-binatang lainnya, burung-burung, dan semua makhluk. Kemudian keadilan Alllah pada hari itu menaungi semuanya sehingga hewan yang tidak bertanduk mengqisas hewan bertanduk yang pernah menanduknya. Setelah itu Allah berfirman, “Jadilah kamu sekalian tanah. ” Karena itulah orang kafir (pada hari itu) mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
“Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.” (An-Naba: 40)
Hal ini telah diriwayatkan secara marfu’ di dalam hadits yang menceritakan sur (sangkakala).
Firman Allah Swt.: wal ladziina kadzdzabuu bi aayaatinaa shummuw wa bukmun fidh dhulumaati (“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu, dan berada dalam gelap gulita.”) (Al An’am: 39)
Yakni perumpamaan mereka dalam kejahilannya dan keminiman ilmunya serta ketiadaan pengertiannya sama dengan orang yang tuli tidak dapat mendengar, bisu tidak dapat bicara, dan selain itu berada dalam kegelapan tanpa dapat melihat. Maka orang yang seperti itu mustahil mendapat petunjuk ke jalan yang benar atau dapat keluar dari apa yang mengungkungnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya menggambarkan keadaan mereka, yaitu:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari ) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar.”) (Al-Baqarah: 17-18)
Sama pula dengan apa yang digambarkan oleh Allah Swt. dalam firman lainnya:
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan: gelap gulitayang tindih-menindih, apabila dia mengeluarkan tangannya tiadalah dia dapat melihatnya (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: may yasya-illaaHu yudl-lilHu wa may yasya’ yaj’alHu ‘alaa shiraathim mustaqiim (“Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah [kesesatannya], niscaya disesatkan-Nya Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah [untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus.”) (Al An’am: 39)
Yakni Dialah yang mengatur makhluk-Nya menurut apa yang dikehendakinya.
&

No comments:

Post a Comment

 
back to top