Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 27-30
16JAN
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah surah ke 6: 165 ayat
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah surah ke 6: 165 ayat
“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, ‘Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman,’ (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), ‘Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan.’ Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya. Allah berfirman: ‘Bukankah (kebangkitan) ini benar?’ Mereka menjawab, ‘Sungguh benar, demi Tuhan kami.’ Allah berfirman, ‘Karena itu, rasakanlah azab ini disebabkan kalian mengingkari[nya].” (al-An’am: 27-30)
Allah Swt. menceritakan keadaan orang-orang kafir apabila mereka dihadapkan di neraka pada hari kiamat nanti. Mereka menyaksikan semua belenggu dan rantai yang ada di dalamnya serta melihat semua hal yang mengerikan dan menakutkan itu dengan mata kepala mereka sendiri. Maka pada saat itulah mereka berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Yaa laitanaa nuraddu wa laa nukadzdziba bi aayaati rabbinaa wa nakuuna minal mu’miniin (“Kiranya kami dikembalikan [ke dunia] dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.”) (Al-An’am: 27)
Mereka berharap untuk dikembalikan lagi ke alam dunia, agar dapat mengerjakan amal saleh dan tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan mereka lagi, serta akan menjadi orang-orang yang beriman. Allah Swt. berfirman:
Bal badaa laHum maa kaanuu yukhfuuna min qablu (“Tetapi [sebenarnya] telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya.”) (Al-An’am: 28)
Sebenarnya saat itu baru tampak jelas bagi mereka semua yang dahulu mereka sembunyikan di dalam diri mereka, yaitu berupa kekufuran, pendustaan, dan pengingkaran terhadap perkara yang hak, sekalipun ketika di dunia atau di akhirat mereka mengingkarinya; seperti yang baru disebutkan oleh firman-Nya sebelum ini, yaitu:
“Kemudian tiadalah fitnah mereka kecuali mengatakan, ‘Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.’ Lihatlah, bagaimana mereka telah berdusta terhadap diri mereka sendiri.” (Al-An’am: 23-24)
Dapat pula diinterpretasikan bahwa saat itu baru tampak jelas semua yang dahulu mereka ketahui dalam hati mereka sendiri, yaitu kebenaran dari apa yang disampaikan kepada mereka oleh para rasul di dunia, sekalipun dahulu mereka menampakkan kepada para pengikutnya menentang hal itu. Perihalnya sama dengan firman Alllah Swt. ketika menceritakan perihal Nabi Musa a.s. yang berkata kepada Fir’aun:
“Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata.” (Al-Isra: 102),
hingga akhir ayat.
hingga akhir ayat.
Semakna pula dengan firman Allah Swt. yang menceritakan perihal Fir’aun dan kaumnya:
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. (An-Naml: 14)
Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud dengan ‘mereka’ ialah orang-orang munafik, yaitu mereka yang menampakkan iman tetapi menyembunyikan kekufuran. Dengan demikian, berarti makna ayat ini merupakan pemberitaan tentang apa yang bakal terjadi di hari kiamat menyangkut perkataan orang-orang kafir. Pengertian ini sama sekali tidak bertentangan dengan keadaan surat ini sebagai surat Makkiyyah, sekalipun dikatakan bahwa sesungguhnya munafik itu hanya baru muncul dalam periode Madaniyyah yang dilakukan oleh sebagian penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang ada di sekitarnya. Tetapi Allah telah menyebutkan pula terjadinya nifaq (munafik) dalam surat Makkiyyah, yaitu surat Al-Ankabut. Allah Swt. telah berfirman:
“Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” (Al-Ankabut : 11)
Dengan demikian, berarti makna ayat ini (Al-An’am: 27) merupakan berita tentang apa yang dikatakan oleh orang-orang munafik di akhirat nanti, yaitu di saat mereka menyaksikan azab. Maka saat itu tampak jelas rahasia yang dahulu mereka sembunyikan di dalam hati mereka, yaitu berupa kekufuran, kemunafikan, dan pertentangan.
Adapun mengenai makna idrab (tetapi) yang ada dalam firmanNya:
Bal badaa laHum maa kaanuu yukhfuuna min qablu (“Tetapi [sebenarnya] telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya.”) (Al-An’am: 28)
Sesungguhnya mereka tidak sekali-kali meminta untuk dikembalikan ke dunia karena ingin dan suka kepada iman, melainkan semata-mata karena takut kepada azab yang mereka saksikan yang merupakan pembalasan dari apa yang dahulu mereka perbuat, yaitu kekafiran mereka. Untuk itulah mereka minta kembali ke dunia agar bebas dari kengerian pemandangan neraka yang mereka saksikan itu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka.” (Al-An’am: 28)
Yakni dalam permintaan mereka yang menginginkan agar dikembalikan ke dunia supaya mereka dapat beriman. Permintaan itu bukan didasari karena suka dan cinta kepada keimanan.
Kemudian Allah berfirman menceritakan perihal mereka, bahwa sekiranya mereka dikembalikan ke dalam kehidupan di dunia, niscaya mereka akan kembali mengulangi perbuatan yang mereka dilarang melakukannya, yaitu kekufuran dan menentang perkara yang hak.
Wa innaHum lakaadzibuun (“Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka.”) (Al-An’am: 28)
Yaitu dalam penyesalan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: yaa laitanaa nuraddu wa laa nukadzdziba bi aayaati rabbinaa wa nakuuna minal mu’miniin (“Kiranya kami dikembalikan [ke dunia] dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.”) (Al-An’am: 27)
Firman Allah Swt.: wa qaaluu in Hiya illaa hayaatunad dun-yaa wa maa nahnu bimab’uutsiin (“Dan tentu mereka akan mengatakan [pula], ‘Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja,’”) (Al-An’am: 29)
Dengan kata lain, niscaya mereka akan kembali melakukan hal-hal yang mereka dilarang mengerjakannya; dan niscaya mereka akan mengatakan: in Hiya illaa hayaatunad dun-yaa wa (“‘Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan.’”) (Al-An’am: 29) Artinya, kehidupan itu hanyalah di dunia saja, kemudian tidak ada hari berbangkit sesudahnya. Karena itu disebutkan dalam firman berikutnya:
maa nahnu bimab’uutsiin (“dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan.”) (Al-An’am: 29)
Kemudian Allah Swt. berfirman: wa lau taraa idz wuqifuu ‘alaa rabbiHim (“Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya.”) (Al-An’am: 30)
Maksudnya, dihentikan di hadapan Tuhannya.
Qaala alaisa Haadzaa bilhaqqi (“Berfirman Allah, ‘Bukankah [kebangkitan] ini benar?’”) (Al An’am: 30)
Yakni bukankah hari berbangkit ini benar, bukan dusta seperti apa yang kalian duga sebelumnya?
Qaaluu balaa wa rabbinaa, qaala fadzuuqul ‘adzaaba bimaa kuntum takfuruun (“Mereka menjawab, ‘Sungguh benar, demi Tuhan kami.’ Allah Berfirman, ‘Karena itu, rasakanlah azab ini disebabkan kalian mengingkari [nya].’”) (Al-An’am: 30)
Karena dulu kalian tidak mempercayainya, maka pada hari ini rasakanlah azab itu. Lalu dikatakan kepada mereka:
“Maka apakah sihir itu? Ataukah kalian tidak melihat?” (Ath-Thuur: 15)
“Maka apakah sihir itu? Ataukah kalian tidak melihat?” (Ath-Thuur: 15)
&
No comments:
Post a Comment