Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ ayat 105-109
27FEB
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu. Dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, (QS. 4:105) dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang. (QS. 4:106) Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, (QS. 4:107) mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan Allah Mahameliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. (QS. 4:108) Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat(membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari Kiamat? Atau
Siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? (QS. 4:109).”(an-Nisaa’: 105-109)
Siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? (QS. 4:109).”(an-Nisaa’: 105-109)
Allah berfirman kepada Rasul-Nya, Muhammad saw: innaa anzalnaa ilaikal kitaaba bil haqqi (“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran.”) Yaitu, dia adalah kebenaran dari Allah. Dan dia mengandung kebenaran dalam berita dan tuntutannya.
Dan firman-Nya: litahkuma bainan naasi bimaa arakallaaHu (“Agar kamu mengadili manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.”) Di antara ulama ushul ada yang berdalil dengan ayat ini, bahwa Nabi dapat berhukum dengan berijtihad, serta didasarkan kepada hadits yang ada dalam kitab ash-Shahihain dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw. mendengar ada keributan di pintu kamarnya, lalu beliau keluar dan bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa. Dan bahwasanya aku memutuskan sesuai penjelasan yang aku dengar. Boleh jadi, salah seorang kalian lebih jelas dalam argumentasinya, dibandingkan lainnya, lalu aku putuskan hal tersebut untuknya. Maka barangsiapa yang telah aku putuskan bagi-nya ada hak seorang muslim, maka hal itu merupakan potongan dari api Neraka, maka bawalah (api itu) atau tinggalkanlah ia.”
Imam Ahmad meriwayatkan dan Ummu Salamah, ia berkata: Dua orang laki-laki Anshar datang mengajukan sengketa kepada Rasulullah saw. tentang harta waris yang telah hilang. Sedangkan keduanya tidak memiliki bukti. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Kalian mengajukan perkara kepadaku dan aku hanyalah manusia biasa. Boleh jadi, sebagian kalian lebih jelas dalam mengajukan argumennya dibandingkan yang lain. Aku hanya memutuskan sesuai yang aku dengar (sesuai zhahirnya). Barangsiapa yang telah aku putuskan baginya ada hak saudaranya, maka hendaklah ia tidak mengambilnya karena berarti aku telah putuskan satu bagian dari api Neraka yang akan dibawa membebani lehernya pada hari kiamat.”
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari al-‘Aufi, dari Ibnu `Abbas bahwa sekelompok kaum Anshar ikut berperang bersama Rasulullah saw. dalam sebagian perang beliau, lalu sebagian baju perang di antara mereka dicuri. Diduga yang mencuri adalah salah seorang dari Anshar. Maka pemilik baju perang mendatangi Rasulullah saw. dan berkata: “Sesungguhnya Thu’mah bin Ubairiq mencuri baju perangku.” Ketika pencuri itu mengetahui dia dituduh, lalu ia simpan baju itu di rumah seorang laki-laki yang tidak tahu masalah apa-apa. Dan ia berkata kepada keluarganya, “Sesungguhnya aku sembunyikan baju perang itu di rumah seseorang dan engkau akan mendapatkannya di sana.” Lalu mereka mendatangi Rasulullah di waktu malam. Mereka berkata: “Ya Nabi Allah, sesungguhnya saudara kami tidak mencuri, tapi pencurinya adalah si fulan. Kami sudah mengetahuinya secara jelas. Maka bersihkanlah nama baik keluarga kami itu di depan orang-orang dan belalah ia, karena jika ia tidak dijaga Allah dengan sebabmu, ia pasti akan binasa. Lalu Rasulullah berdiri di depan orang-orang untuk membebaskannya dan membersihkan nama baiknya.
Maka, Allah menurunkan: innaa anzalnaa ilaikal kitaaba bil haqqi litahkuma bainan naasi bimaa arakallaaHu wa laa takul lil khaa-iniina khashiiman. wastaghfirillaaHa innallaaHa kaana ghafuurar rahiiman. Wa laat tujaadil ‘anil ladziina yakhtaanuuna anfusaHum (“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang [orang tidak bersalah], karena [membela] orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang. Dan janganlah kamu berdebat [untuk membela] orang-orang yang mengkhianati diri mereka.”)
Kemudian Allah berfirman kepada orang-orang yang datang kepada Rasulullah saw. dengan menyembunyikan kedustaan: yastakhfuuna minan naasi wa laa yastakhfuuna minallaaHi (“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapia tidak bersembunyi dari Allah”) Yaitu orang-orang yang datang kepada Rasulullah saw. untuk menyembuyikan kedustaan, untuk membela pengkhianat.
Kemudian Allah berfirman: wa may ya’mal suu-an au yadhlim nafsaHu (“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya.”) (QS. An-Nisaa’: 110)
Yaitu orang-orang yang datang kepada Rasulullah untuk menyembuyikan kedustaan.
Yaitu orang-orang yang datang kepada Rasulullah untuk menyembuyikan kedustaan.
Kemudian Dia berfirman: wa may yaksib khathii-atan au itsman tsumma yarmi biHii barii-an faqadihtamala buHtaanaw wa istmam mubiinan (“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.”) (QS. An-Nisaa’: 112).
Yaitu, pencuri dan orang-orang yang membela pencuri itu, lafazh riwayat ini gharib. Mujahid, `Ikrimah, Qatadah,as-Suddi, Ibnu Zaid dan lain-lain menyebutkan, bahwa ayat ini turun tentang pencuri Bani Ubairiq dengan redaksi yang berbeda, akan tetapi maknanya hampir sama.
Firman Allah: yastakhfuuna minan naasi walaa tastakhfuuna minallaaHi (“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah.”) Ini merupakan penyangkalan terhadap orang-orang munafik yang berupaya menyembunyikan karakter busuk mereka dari orang lain agar mereka tidak disangkal. Akan tetapi, perihal mereka itu pasti tampak bagi Allah, karena Allah mengetahui rahasia-rahasia mereka, serta apa yang ada dalam bathin mereka.
Untuk itu, Allah berfirman: wa Huwa ma’aHum idz yubayyituuna maa laa yardlaa minal qauli wa kaanallaaHu bimaa ta’maluuna muhiithan (“Padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Mahameliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan,”) ayat ini merupakan ancaman untuk mereka.
Kemudian Allah berfirman: Haa antum Haa-ulaa-i jaadaltum ‘anHum fil hayaatid dun-yaa (“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk [membela] mereka dalam kehidupan dunia ini.”) Kalaupun mereka menang di dunia dengan apa yang mereka tampakkan atau ditampakkan untuk membela mereka di hadapan para hakim yang berhukum dengan zhahir dan memang para hakim itu diperintahkan demikian. Lalu apa yang akan mereka perbuat pada hari Kiamat, tatkala berada di hadapan mahkamah Allah Yang Mahamengetahui berbagai rahasia dan yang tersembunyi. Saat itu, siapa lagi yang dapat mewakili untuk membela pengakuan mereka. Artinya, tidak ada seorang pun yang mampu membelanya.
Untuk itu, Allah berfirman: am may yakuunu ‘alaiHim wakiilan (“Atau siapakah yang menjadi pelindung mereka.”)
&
No comments:
Post a Comment