Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maa-idah ayat 12-14 (7)
10DES
“12. dan Sesungguhnya Allah telah mengambil Perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya aku beserta kamu, Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik Sesungguhnya aku akan menutupi dosa-dosamu. dan Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka Barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, Sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus. 13. (tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
14. dan diantara orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Kami ini orang-orang Nasrani”, ada yang telah Kami ambil Perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; Maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan.” (al-Maa-idah: 12-14)
14. dan diantara orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Kami ini orang-orang Nasrani”, ada yang telah Kami ambil Perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; Maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan.” (al-Maa-idah: 12-14)
Setelah Allah menyuruh hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menepati janji yang telah Allah ambil dari mereka melalui lisan hamba-Nya dan Rasul-Nya, Muhammad saw. dan memerintahkan mereka untuk menegakkan kebenaran, memberi kesaksian dengan adil, serta mengingatkan mereka atas nikmat lahir maupun batin yang Allah telah berikan kepada mereka, berupa petunjuk kebenaran yang dianugerahkan kepada mereka, maka Allah mulai menjelaskan kepada mereka bagaimana Allah mengambil janji dan ikatan dari orang-orang sebelum mereka dari kalangan ahlul kitab; Yahudi dan Nasrani. Maka mereka mengingkari janji mereka kepada Allah, Allah pun menyiksa mereka sebagai laknat bagi mereka dari-nya, dan sebagai pengusiran dari pintu dan rahmat-Nya, sekaligus sebagai hijab bagi hati mereka untuk sampai kepada petunjuk dan agama yang haq, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.
Firman Allah: wa laqad akhadzallaaHu miitsaaqa banii israa-iila wa ba’atsnaa minHumutsnai ‘asyara naqiiban (“Dan sesungguhnya, Allah telah mengambil perjanjian [dari] Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin.”) yaitu, orang-orang yang arif bijaksana dari kabilah-kabilah mereka untuk berbai’at, mendengar, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kitab-Nya.
Ibnu ‘Abbas menyebutkan dari Ibnu Ishaq dan beberapa ulama lainnya bahwa hal itu terjadi ketika Musa as. berangkat untuk memerangi para penguasa dhalim, ia memerintahkan agar setiap kabilah mengangkat seorang pemimpin.
Demikian pula ketika Rasulullah saw. membai’at kaum Anshar pada malam ‘Aqabah, di antara mereka terdapat 12 orang kepala suku, tiga di antaranya berasal dari suku Aus, yaitu Usaid bin Hudhair, Sa’ad bin Khaitsamah, dan Rifa’ah bin ‘Abdul Mundzir, -yang katanya digantikan oleh Abul Haitsam Ibnu at-Tihan-. Adapun sembilan lagi dari suku Khazraj, yaitu Abu Umamah As’ad bin Zurarah, Sa’ad bin Rabi’, ‘Abdullah bin Rawahah, Rafi’ Ibnu Malik bin ‘Ajlan, al-Barra’ bin Ma’rur, ‘Ubadah bin Shamit, Sa’ad bin ‘Ubadah, ‘Abdullah bin ‘Amr bin Haram, dan al-Mundzir bin ‘Umar bin Hunaisy [demikian tertulis dalam naskah aslinya]. Mereka semua ini disebut oleh Ka’ab bin Malik dalam sebuah syairnya, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Ishaq.
Maksudnya, mereka ini adalah orang-orang yang arif bijaksana dari kaum mereka pada malam itu, tentang urusan Nabi saw. Mereka inilah yang diserahi oleh kaumnya untuk menangani soal perjanjian dan bai’at kepada Rasulullah saw. yaitu untuk selalu mendengar dan taat.
Firman-Nya: wa qaalallaaHu innii ma’akum (“Dan Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku besertamu.’”) yakni selalu dalam penjagaan, pemeliharaan, dan pertolongan-Ku. La in aqamtumush shalaata wa aataitumuz zakaata wa aamantum birusulii (“Sesungguhnya, jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat, serta beriman kepada Rasul-Rasul-Ku.”) yakni kalian membenarkan mereka atas wahyu yang mereka bawa kepada kalian. Wa ‘azzartumuuHum (“Dan kamu bantu mereka.”) yaitu kalian menolong dan mendukung mereka dalam upaya menegakkan kebenaran. Wa aqradl-tumullaaHa qardlan hasanan (“Dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik.”) yaitu berupa infak di jalan Allah dan dalam rangka mencari keridlaan-Nya. La ukaffiranna ‘ankum sayyi-aatikum (“niscaya Aku akan menghapus dosa-dosamu.”) yakni dosa-dosa kalian Aku hapuskan dan tutupi, serta tidak akan Aku siksa kalian karenanya. Wa la udkhilannakum jannaatin tajrii min tahtiHal anHaaru (“Dan sesungguhhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai.”) maksudnya Aku akan cegah kalian dari segala hal yang ditakuti dan mengantarkan kalian kepada tujuan yang dimaksud.
Firman Allah: faman kafara ba’da dzaalika minkum faqad dlalla sawaa-as sabiil (“Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.”) maksudnya barangsiapa yang menyalahi dan mengingkari perjanjian tersebut setelah diadakan, dikukuhkan, ditekankan, dan memperlakukannya seperti orang yang tidak mengetahuinya, berarti dia benar-benar telah salah dari jalan yang jelas dan lurus, serta menyimpang dari petunjuk menuju kepada kesesatan.
Setelah itu Allah memberitahukan hukuman yang akan menimpa mereka ketika mereka [Bani Israil] melanggar dan menyalahi janji-Nya. Allah berfirman: fa bimaa naqdliHim miitsaaqaHum la’annaaHum (“[tetapi] karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka.”) artinya, disebabkan oleh pelanggaran mereka terhadap perjanjian yang telah diambil dari mereka, maka Kami laknat mereka, yakni Kami jauhkan mereka dari kebenaran, serta Kami usir mereka dari petunjuk.
Wa ja’alnaa quluubuHum qaasiyatan (“Dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.”) maksudkan karena kekerasan dan kebekuan hati mereka itu, maka mereka tidak dapat menerima nasehat. Yuharrifuunal kalima ‘am mawaadli’iHi (“Mereka suka mengubah perkataan [Allah] dari tempat-tempatnya.”) yakni rusaklah pemahaman mereka, dan buruk serkali penyimpangan mereka terhadap ayat-ayat Allah. Mereka mena’wilkan kitab-Nya bukan menurut yang diturunkan-Nya, mengartikannya tidak seperti yang dimaksudkan-Nya, dan mengatakan apa yang sebenarnya tidak difirmankan Allah. Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut. Wa nasuu hadh-dham mimmaa dzukkiruu biHii (“Dan mereka [sengaja] melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya.”) yakni mereka tidak mengamalkannya karena benci terhadapnya.
Al-Hasan mengatakan: “Mereka tidak mengamalkan ajaran agama mereka, serta tugas yang dilimpahkan Allah kepada mereka; sebuah amal tidak akan diterima kecuali dengannya.” Adapun ulama lain mengatakan: “Mereka tidak mengamalkan apa yang telah diperingatkan kepadanya sehingga mereka menjalani keadaan yang hina. Maka jadilah mereka tidak lagi mempunyai hati yang bersih, fitrah yang lurus, dan amal yang benar.”
Wa laa tazaalu tath-thali’u ‘alaa khaa-inatim minHum (“Dan kamu [Muhammad] senantiasa akan melihat pengkhianatan mereka, kecuali sedikit di antara mereka [yang tidak berkhianat].”) yakni makar dan pengkhianatan mereka kepadamu dan shahabat-shahabatmu. Mujahid dan ulama lainnya berkata, “Yang dimaksud dengan hal ini adalah konspirasi mereka untuk membinasakan Rasulullah saw.”
Fa’fu ‘anHum washfah (“Maka, maafkanlah mereka dan biarkan mereka.”) yang demikian itu merupakan inti kemenangan dan keberuntungan itu sendiri. Sebagaimana yang dikatakan sebagian ulama salaf: “Selama engkau memperlakukan orang yang dhalim terhadap dirimu sesuai dengan ketentuan Allah dalam urusannya.” Maka, dengan itu akan tercapailah penyatuan hati mereka dan akan cenderung kepada kebenaran. Oleh karena itu Allah berfirman: innallaaHa yuhibbul muhsiniin (“Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”) yaitu memaafkan orang yang berbuat jahat kepadamu.
Qatadah mengatakan: “Penggalan ayat ini; Fa’fu ‘anHum washfah (“Maka, maafkanlah mereka dan biarkan mereka.”) telah dimansukh dengan firman-Nya: qaatilulladziina laa yu’minuuna billaaHi wa laa bil yaumil aakhiri (“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhir.”)(at-Taubah: 29)
Firman Allah: wa minal ladziina qaaluu innaa nashaaraa akhadznaa miitsaaqaHum (“Dan di antara orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya, kami ini orang-orang Nasrani,’ ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka.”) maksudnya, di antara orang-orang yang mengakui dirinya sebagai pemeluk agama Nasrani, pengikut ‘Isa bin Maryam as. – padahal mereka sebenarnya tidak demikian- Kami telah mengambil janji dan ikatan atas mereka untuk senantiasa mengikuti Rasulullah saw., menolong, mendukungnya, serta mengikuti jejaknya, dan untuk beriman kepada setiap Nabi yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi ini. Namun mereka melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, yaitu mereka mengingkari janji dan memutuskan ikatan. Oleh karena itu, Allah berfirman: fanasuu hadhdham mimmaa dzukkiruu biHii fa aghrainaa bainaHumul ‘adaawata walbaghdlaa-a ilaa yaumil qiyaamati (“Tetapi mereka [sengaja] melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat.”) maksudnya, Kami timpakan permusuhan dan kebencian sebagian mereka kepada sebagian yang lain, dan mereka akan terus menerus seperti itu sampai hari kiamat kelak. Demikian halnya dengan orang-orang Nasrani dengan berbagai macam jenisnya; mereka senantiasa saling membenci dan bermusuhan, mengkafirkan satu dengan lainnya, dan sebagian mereka mengutuk sebagian lainnya, dan saling mengutuk. Sehingga masing-masing kelompok mengharamkan kelompok lainnya, serta tidak membiarkan kelompok itu memasuki tempat ibadahnya.
Setelah itu Allah swt berfirman: wa saufa yunabbi-uHumullaaHu bimaa kaanuu yashna’uun (“Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan.”) yang demikian itu merupakan ancaman keras bagi orang-orang Nasrani atas dusta mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, serta penasaban mereka kepada Rabb Yang Mahatinggi lagi Mahasuci. Hal tersebut disebabkan penetapan mereka tentang adanya istri dan anak bagi-Nya. Sungguh Allah Mahatinggi lagi Mahaesa. Dialah yang menjadi tempat bergantung semua makhluk, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang sebanding dengan-Nya.
Bersambung ke bagian 8
No comments:
Post a Comment