Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maa-idah ayat 57-58
9DES
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (QS. 5:57) Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (QS. 5:58)” (al-Maa-idah: 57-58)
Yang demikian itu merupakan peringatan agar kaum muslimin tidak berlindung kepada musuh-musuh Islam, dan sekutunya dari kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan kaum musyrikin yang menjadikan syari’at Islam yang suci, muhkam (tegas), dan mencakup segala kebaikan dunia dan akhirat, sebagai bahan ejekan dan permainan menurut keyakinan dan pandangan mereka yang rusak, dan fikiran mereka yang beku. Sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang penyair:
Berapa banyak orang yang mencela ucapan yang benar.
Sebenarnya hal itu berpangkal dari pemahaman yang salah.
Sebenarnya hal itu berpangkal dari pemahaman yang salah.
Firman Allah: minal ladziina uutul kitaaba min qablikum wal kuffaara (“[Yaitu] di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, serta orang-orang yang kafir [orang-orang musyrik]”) Kata “min” (dari), dalam penggalan ayat ini dimaksudkan untuk menerangkan jenis, hal itu sama seperti firman-Nya yang artinya:
“Maka jauhilah olehmu yang najis itu dari jenis berhala.” (QS. Al-Hajj: 30). Yang dimaksud “orang-orang kafir” di sini adalah orang-orang musyrik.
“Maka jauhilah olehmu yang najis itu dari jenis berhala.” (QS. Al-Hajj: 30). Yang dimaksud “orang-orang kafir” di sini adalah orang-orang musyrik.
Firman-Nya: wattaqullaaHa in kuntum mu’miniin (“Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.”) Maksudnya, takutlah kepada Allah dari menjadikan musuh-musuh kalian dan agama kalian sebagai pelindung, jika kalian memang benar-benar orang-orang yang beriman kepada syari’at Allah, yang mereka (musuh-musuh Islam) telah menjadikannya sebagai bahan ejekan dan permainan.
Firman-Nya lebih lanjut: wa idzaa naadaitum ilash shalaatit takhadzuuHaa Huzuwaw wala’iban (“Dan apabila kamu menyeru [mereka] untuk [mengerjakan] shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan.”) Artinya, demikian pula halnya jika kalian menyeru mereka untuk mengerjakan shalat, yang merupakan amal paling baik menurut orang-orang yang berakal dan berpengetahuan dari mereka yang mempunyai hati nurani,
ittakhadzuuHaa (“Mereka menjadikannya.”) Juga sebagai: Huzuwaw wala’iban dzaalika bi-annaHum qaumul laa ya’qiluun (“Buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”) Yaitu tidak memahami makna-makna ibadah kepada Allah dan syari’at-syari’at-Nya, dan itulah sifat-sifat para pengikut syaitan.
“Jika syaitan mendengar seruan adzan, maka ia berpaling sambil kentut, sehingga tidak mendengar seruan adzan tersebut. Dan jika adzan itu telah selesai, maka ia datang lalu menggoda seseorang yang sedang shalat. Dan apabila diiqamah-kan untuk shalat, ia pun pergi. Dan bila iqamah telah selesai, syaitan pun datang lagi, lalu membisikkan kepada hati seseorang, ia berkata: “Ingatlah hal ini dan hal itu, ” terhadap sesuatu yang belum diingat, sehingga orang itu tidak mengetahui berapa raka’at yang sudah ia kerjakan. Oleh karena itu, apabila salah seorang di antara kalian mendapatkan hal seperti itu, maka hendaklah ia bersujud (sahwi) dua kali sebelum mengucapkan salam.” (Muttafaqunalaihi).
Az-Zuhri mengatakan, “Allah Ta’ala telah menyebutkan masalah adzan (seruan untuk shalat) ini dalam kitab-Nya: wa idzaa naadaitum ilash shalaatit takhadzuuHaa Huzuwaw wala’iban dzaalika bi-annaHum qaumul laa ya’qiluun (“Dan apabila kamu menyeru [mereka] untuk [mengerjakan] shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. ” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim).
Mengenai firman Allah: wa idzaa naadaitum ilash shalaatit takhadzuuHaa Huzuwaw wala’iban (“Dan apabila kamu menyeru [mereka] untuk [mengerjakan] shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan.”) Asbath mengatakan dari as-Suddi, ia berkata: “Ada seorang Nasrani di Madinah. Jika mendengar seseorang menyerukan (adzan), ‘Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah,’ maka ia berkata: ‘Mudah-mudahan pendusta itu terbakar.’ Pada suatu malam, ada seorang pelayannya yang masuk ke dalam rumah dengan membawa api, ketika ia dan keluarganya sedang tidur. Kemudian ada percikan api yang jatuh, lalu mem-bakar rumah sehingga orang Nasrani dan keluarganya pun terbakar.” (Di-riwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim).
&
No comments:
Post a Comment