Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 17-21
14JAN
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah; surah ke 6: 165 ayat
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah; surah ke 6: 165 ayat
“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Katakanlah, ‘Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?’ Katakanlah, ‘Allah.’ Dia menjadi saksi antara aku dan kalian. ‘Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya]. Apakah sesungguhnya kalian mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah?’ Katakanlah, ‘Aku tidak mengakui.’Katakanlah, ‘Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan (dengan Allah).’ Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah). Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.” (al-An’aam: 17-21)
Allah Swt. memberitahukan bahwa diri-Nya adalah Yang memiliki kemudaratan dan kemanfaatan. Dan bahwa Dialah yang mengatur makhlukNya menurut apa yang Dia kehendaki, tiada yang menanyakan tentang keputusanNya, dan tiada yang dapat menolak ketetapanNya.
Wa iy yamsaskallaaHu bidlurrin falaa kaasyifa laHuu illaa Huwa, wa iy yamsaska bikhairin fa Huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir (“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu.”) (Al-An’am: 17)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang lain yang artinya:
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu…” (Fatir: 2), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. sering berdoa dengan menyebutkan kalimat berikut:
“Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberikan apa yang engkau cegah dan tiadalah memberikan manfaat terhadap Engkau kedudukan orang yang mempunyai kedudukan.”
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: wa Huwal qaaHiru fauqa ‘ibaadiHi (“Dan Dialah Yang berkuasa atas sekalian hamba-hambaNya.”) (Al-An’am: 18) Yakni Dialah Tuhan yang menyerah kepada-Nya semua diri, tunduk kepada-Nya semua orang yang perkasa, tunduk kepadanya semua wajah, segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya, tunduk kepada-Nya semua makhluk, dan tunduk patuhlah segala sesuatu kepada keagungan, kebesaran, ketinggian, dan kekuasaan-Nya; serta kecillah segala sesuatu di hadapan-Nya, semuanya berada di bawah kekuasaan dan hukum-Nya.
Wa Huwal hakiim (“Dan Dialah Yang Mahabijaksana.”) (Al-An’am: 18) Yakni dalam semua perbuatan-Nya. Al khabiir (“lagi Maha Mengetahui.”) (Al-An’am: 18)
Segala sesuatu yang pada tempat dan kedudukannya masing-masing. Karena itu, Dia tidak memberi kecuali kepada orang yang berhak; dan tidak mencegah kecuali terhadap orang yang berhak untuk dicegah. Kemudian Allah SwT berfirman:
Qul ayyu syai-in akbaru syaHaadatan (“Katakanlah, ‘Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?’”) (Al-An’am: 19) Yakni siapakah di antara semuanya yang paling kuat persaksiannya?
qulillaaHu, syaHiidum bainii wa bainakum (“Katakanlah, ‘Allah.’ Dia menjadi saksi antara aku dan kalian.”) (Al-An’am: 19) Yakni Dialah Yang mengetahui apa yang aku sampaikan kepada kalian dan apa yang kalian katakan kepadaku.
Wa uuhiya ilayya Haadzal qur-aanu li-undzirakum biHii wa mam balagh (“Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya].”) (Al-An’am: 19) Yakni Al-Qur’an merupakan peringatan bagi orang yang Al-Qur’an sampai kepadanya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain yang artinya:
“Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.” (Huud: 17)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki’, Abu Usamah, dan Abu Khalid, dari Mus a ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka’b sehubungan dengan firman-Nya:
Wa mam balagh (“dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya].” (Al-An’am: 19) Bahwa barang siapa yang sampai kepadanya Al-Qur’an, maka seakan-akan dia melihat Nabi Saw. Menurut Abu Khalid ditambahkan “dan berbicara dengan Nabi Saw.”
Ibnu Jarir telah meriwayatkannya melalui jalur Abu Ma’syar, dari Muhammad ibnu Ka’b yang mengatakan bahwa barang siapa yang sampai kepadanya Al Qur’an, maka sungguh Nabi Muhamma d Saw. telah menyampaikannya kepada dia.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman Allah Swt :
li-undzirakum biHii wa mam balagh (“supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya].”) (Al-An’am: 19) Bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda:
li-undzirakum biHii wa mam balagh (“supaya dengan dia aku memberi peringatan kepada kalian dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an [kepadanya].”) (Al-An’am: 19) Bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda:
“Sampaikanlah (Al Our’an ) dari Allah. Maka barang siapa yangtelah sampai kepadanya suatu ayat dari Kitabullah (AlQur’an), berarti telah sampai kepadanya perintah Allah.”
Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan, suatu keharusan bagi orang yang mengikuti Rasulullah Saw. melakukan dakwah seperti dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., dan memberi peringatan dengan peringatan yang telah disampaikannya.
Firman Allah Swt.: a innakum latasyHaduuna (“Apakah sesungguhnya kalian mengakui.”) (Al An’am: 19) Hai orang-orang musyrik.
Anna ma’allaaHi aaliHatan ukhraa. Qul laa asyHad (“bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah? Katakanlah, ‘Aku tidak mengakui.’”) (Al An’am: 19)
Anna ma’allaaHi aaliHatan ukhraa. Qul laa asyHad (“bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allah? Katakanlah, ‘Aku tidak mengakui.’”) (Al An’am: 19)
Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya yang artinya:
“Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka.” (Al An’am: 150)
“Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka.” (Al An’am: 150)
Firman Allah Swt.: qul inna maa Huwa ilaaHuw waahiduw wa inna niii barii-um mimmaa tusyrikuun (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan [dengan Allah].’”) (Al An’am: 19)
Kemudian Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal Ahli Kitab, “Mereka mengenal nabi yang Aku datangkan kepada mereka ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri melalui kabar dan berita yang ada pada mereka dari para rasul dan para nabi yang terdahulu. Karena sesungguhnya semua rasul telah menyampaikan berita gembira akan kedatangan Nabi Muhammad Saw. yang disertai dengan penyebutan sifat-sifatnya, ciri-ciri khasnya, negeri tempat tinggalnya, tempat hijrahnya, dan sifat-sifat umatnya.” Karena itu, pada ayat berikutnya disebutkan:
Alladziina khasiruu anfusaHum (“Orang-orang yang merugikan dirinya.”) (Al An’am: 20) Yakni mengalami kerugian yang sangat fatal.
faHum laa yu’minuun (“Mereka itu tidak beriman.”) (Al An’am: 20) Kepada perkara yang jelas dan gamblang ini, yaitu berita gembira yang telah disampaikan oleh para nabi dan yang telah diisyaratkan sejak zaman dahulu hingga saat pemunculannya. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
faHum laa yu’minuun (“Mereka itu tidak beriman.”) (Al An’am: 20) Kepada perkara yang jelas dan gamblang ini, yaitu berita gembira yang telah disampaikan oleh para nabi dan yang telah diisyaratkan sejak zaman dahulu hingga saat pemunculannya. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
wa man adh-lamu mim maniftaraa ‘alallaaHi kadziban au kadzdzaba bi-aayaatiHi (“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya?”) (Al An’am: 21)
Yakni tidak ada yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat kedustaan terhadap Allah, lalu ia mengakui bahwa dirinya diutus oleh Allah, padahal Allah tidak mengutusnya. Kemudian tidak ada orang yang lebih aniaya daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, hujah-hujah-Nya, bukti-bukti-Nya, dan dalil-dalil-Nya.
innaHuu laa yuflihudh dhaalimuun (“Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.”) (Al An’am: 21) Yakni orang ini, orang itu, orang yang membuat buat kedustaan, dan orang yang berdusta, semuanya tidak beruntung.
&
No comments:
Post a Comment