Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ ayat 116-122
28FEB
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu )dengan-Nya, dan Dia mengampuni dosa yang lain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) denganAllah, maka sesunggubnya ia telah tersesat sejauh jauhnya. (QS. 4:116) Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, (QS. 4:117) yang dilaknat Allah dan syaitan itu mengatakan: ‘Aku benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba-Mu bagian yang sudah ditentukan (untukku), (QS. 4:118) dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS. 4:119) Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka, dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka. Padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka, selain tipuan belaka. (QS. 4:120) Mereka itu tempatnya jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari daripadanya. (QS. 4:121) Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, kelak akan Kami masukkan dalam Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (QS. 4: 122)” (an-Nisaa’: 116-122)
Pembicaraan tentang ayat ini sudah berlalu, yaitu firman Allah: innallaaHa laa yaghfiru ay yusyraka biHii wa yaghfiru maa duuna dzaalik (“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Allah mengampuni segala dosa yang selain dari [syirik].”) (QS. An-Nisaa’: 48).
Dan kita telah menyebutkan hadits yang berkaitan dengannya di awal surat ini.
At-Tirmidzi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Tsuwair bin Abi Fakhitah Said bin ‘Alaqah dari bapaknya, dari ‘Ali bahwa ia berkata: “Tidak ada satu ayat pun di dalam al-Qur’an yang lebih aku cintai daripada ayat ini: innallaaHa laa yaghfiru ay yusyraka biHii (“Sesungguhnya Allah tidak akanpuni dosa syirik.”) Beliau (at-Tirmidzi) berkata: “Hadits ini hasan gharib.
Firman-Nya: wa may yusyrik billaaHi faqad dlalla dlalaalam ba’iidan (“Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya,”) maka berarti ia menempuh jalan yang tidak haq, sesat dari petunjuk, jauh dari kebenaran, membinasakan dan merugikan dirinya di dunia dan akhirat serta kehilangan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Firman-Nya: iy yad’uuna min duuniHi illaa inaatsan (“Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah berhala.”) Ibnu Abi Hatim mengatakan dari Ubay bin Ka’ab tentang firman Allah ini, ia berkata: “Yaitu bersama setiap berhala itu ada jin perempuan.”
Aisyah berkata tentang firman-Nya ini: “Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah inaatsan, yaitu berhala-berhala perempuan.”
Diriwayatkan dari Abu Salamah, dari `Abdurrahman, `Urwah bin az-Zubair, Mujahid, Abu Malik, as-Suddi dan Muqatil hal yang semisal.
Diriwayatkan dari Abu Salamah, dari `Abdurrahman, `Urwah bin az-Zubair, Mujahid, Abu Malik, as-Suddi dan Muqatil hal yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan dari adh-Dhahhak tentang ayat ini: “Orang-orang musyrik berkata bahwa Malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Kami beribadah kepada mereka hanya sebagai perantara agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah. Lalu mereka menjadikannya sebagai rabb-rabb dan mengilustrasikaniya dengan wanita.”
Tafsir ini hampir sama dengan firman Allah yang artinya: “Dan mereka menjadikan Malaikat-Malaikat, yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang Mahapemurah, sebagai orang-orang perempuan,” (QS. Az-Zukhruf: 19).
Dan Allah berfirman,”Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin.” (QS. Ash-Shaaffaat: 158) (Hingga akhir ayat berikutnya).
Dan Allah berfirman,”Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin.” (QS. Ash-Shaaffaat: 158) (Hingga akhir ayat berikutnya).
Firman-Nya: wa iy yad’uuna illaa syaithaanam mariidan (“Yang mereka sembah itu tidak lain hanyalah syaitan yang durhaka”.) Yaitu dia yang memerintahkan mereka, memperindah dan menghiasinya kepada mereka, walaupun pada hakikatnya mereka adalah penyembah iblis. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah syaitan?” (QS. Yaasiin: 60).
Firman-Nya: la’anaHullaaHu (“Yang dilaknat oleh Allah.”) Yaitu diusir dan dijauhkan dari rahmat-Nya dan dikeluarkan dari perlindungan-Nya. Allah berfirman: la attakhidzanna min ‘ibaadika nashiibam mafruudlan (“Aku benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba-Mu, bagian yang sudah ditentukan”) Yaitu bagian yang terukur dan diketahui. Qatadah berkata: Dari setiap 1000 ada 999 yang masuk Neraka dan satu yang masuk Surga.”
Wa la udlillannaHum (“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka,”) dari kebenaran; wa la amanniyyannaHum (“Dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka.”) Yaitu, aku akan menghiasi perbuatan mereka dalam meninggalkan taubat, aku bangkitkan angan-angan (mereka), aku akan perintahkan mereka untuk menunda-nunda dan aku menipu mereka melalui diri mereka sendiri.
Firman-Nya: wa la amurannaHum falayubattikunna aadzaana an’aami (“Dan aku akan menyuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, lalu mereka benar-benar memotongnya”.) Qatadah, as-Suddi dan yang lainnya berkata: “Yaitu membelahnya dan menjadikannya sebaai tanda dan bukti bagi baahirah, saa-ibailah.”
Wa la amurannaHum falayughayyirunna khalqallaaHi (“Dan aku akan suruh mereka merubah ciptaan Allah, lalu mereka benar-benar merubahnya.”) Ibnu `Abbas berkata, “Yang dimaksud adalah mengebiri binatang.” Demikian pula yang diriwayatkan Ibnu `Umar dan Anas. Sedangkan menurut al-Hasan bin Abil Hasan al-Bashri, yang dimaksud adalah tato. Di dalam kitab Shahih Muslim terdapat larangan bertato di wajah. Di dalam satu lafazh, Allah melaknat orang yang melakukan hal itu.
Di dalam hadits shahih, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Allah telah melaknat wanita-wanita yang bertato dan meminta ditato, yang mencukur alisnya dan meminta dicukur alisnya, serta wanita-wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merusak ciptaan Allah,” kemudian dia berkata: “Mengapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat Rasulullah, dan itu terdapat dalam Kitabullah, yaitu: “Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7).
Ibnu `Abbas dalam satu riwayatnya, Mujahid, `Ikrimah, Ibrahimin an-Nakha’i, al-Hasan, Qatadah, al-Hakam, as-Suddi, adh-Dhahhak dan ‘Atha’al-Khurasani berkata tentang firman Allah: Wa la amurannaHum falayughayyirunna khalqallaaHi (“Dan aku akan suruh mereka merubah ciptaan Allah, lalu mereka benar-benar merubahnya.”) yaitu agama Allah. Hal ini seperti firman-Nya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah”. (QS. Ar-Ruum: 30).
Ada pendapat yang mengatakan bahwa ini merupakan perintah. Artinya yaitu, “Janganlah kalian merusak fitrah Allah dan biarkanlah manusia pada fitrah-fitrah mereka.” Sebagaimana hadits yang terdapat dalama sh-Shahihain dari Abu Hurairah: “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana binatang melahirkannya dalam keadaan lengkap, apakah kalian mendapatkan anggota tubuhnya yang terpotong?”
Di dalam kitab Shahih Muslim dari `Iyadh bin Hammad, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Allah berfirman: ‘Sesungguhnya aku menciptakan hamba-Ku dalam ke-adaan hanif. Lalu syaitan datang dan memalingkan mereka dari agama mereka, mengharamkan apa yang Aku halalkan kepada mereka.”
Kemudian Allah berfirman: wa may yattakhidzisy syaithaana waliyyam min duunillaaHi faqad khasira khusraanam mubiinan (“Barangsiapa yang menjadikan syatian menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata”.) Maka berarti ia rugi dunia dan akhirat. Itulah kerugian yang tidak dapat diganti dan tidak dapat diperoleh kembali.
Firman-Nya: ya’iduHum wa yumanniiHim wa maa ya’idumusy syaithaanu illaa ghuruuran (“Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”.) Ayat ini mengabarkan tentang kenyataan yang ada, karena sesungguhnya syaithan itu menjanjikan para walinya (pengikutnya) dan membangkitkan angan-angan mereka, bahwa merekalah orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat. Padahal itu merupakan kedustaan.
Oleh karena itu, Allah berfirman: wa maa ya’idumusy syaithaanu illaa ghuruuran (“Padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka, selain dari tipuan belaka.”) Sebagaimana Allah berfirman mengabarkan tentang iblis di hari yang dijanjikan (hari Kiamat), berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan:
“Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-sekali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kamu mencercaku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim: 22).
Firman-Nya: ulaa-ika (“Mereka itu,”) yaitu orang-orang yang menganggap baik sesuatu yang dinilai dan diangan-angankan syaitan kepada mereka; ma’waaHum jaHaannamu (“Tempat kembali mereka adalah Jahannam,”) yaitu tempat kembali mereka pada hari Kiamat. Wa laa yajiduuna ‘anHaa mahiishan (“Mereka tidak dapat memperoleh tempat lari,”) yaitu mereka tidak lagi memiliki ruang, jalan keluar, jalan lolos dan jalan lari.
Kemudian Allah menyebutkan kondisi orang-orang yang bahagia dan bertakwa yang mendapatkan kemuliaan yang sempuma. Allah berfirman: wal ladziina aamanu wa ‘amilush shaalihaati (“Orang-orang yang beriman dan beramal shalih.”) Yaitu, hati-hati mereka jujur serta anggota tubuh mereka mengamalkan kebaikan yang diperintahkan kepada mereka, dan meninggalkan kemunkaran yang dilarang atas mereka.
Sanud-khiluHum jannaatin tajrii min tahtiHal anHaaru (“Kami akan masukkan mereka ke dalam Surga yang mengalliir sungai-sungai dari bawahnya.”) Yaitu, mereka mengalirkannya sesuai keinginan mereka dan kemana saja mereka sukai. Khaalidiina fiiHaa abadan (“Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya,”) tidak punah dan tidak berpindah. Wa’dallaaHi haqqan (“Janji Allah adalah benar,”) yaitu hal ini adalah janji dari Allah. Dan janji Allah secara hakiki telah maklum pasti terjadi. Untuk itu Dia memperkuatnya dengan mashdar yangmenunjukkan pastinya berita yang disampaikan, yaitu firman-Nya: “haqqan” (“Benar.”)
Kemudian Allah berfirman: wa man ashdaqu minallaaHi qiilan (“Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah”.) Yaitu, tidak ada yang lebih jujur perkataan atau beritanya selain Allah. Tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Allah, dan tidak ada Rabb selain-Nya.
&
No comments:
Post a Comment