Tuesday, June 12, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maa-idah ayat 67

0 Comments

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maa-idah ayat 67

10JAN
tulisan arab alquran surat al maidah ayat 67“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah ayat 67)
Allah Swt. berfirman seraya berkhitab kepada hamba dan Rasul-Nya —yaitu Nabi Muhammad Saw.— dengan menyebut kedudukannya sebagai seorang rasul. Allah memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan semua yang diutuskan oleh Allah melaluinya, dan Rasulullah Saw. telah menjalankan perintah tersebut serta menunaikannya dengan sempurna.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ismail, dari AsySya’bi, dari Masruq, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan, “Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad menyembunyikan sesuatu dari apa yang diturunkan oleh Allah kepadanya, sesungguhnya dia telah berdusta.” seraya membacakan firmanNya:
Yaa ayyuHar rasuulu balligh maa unzila ilaika mir rabbika (“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (Al-Maidah: 67). hingga akhir ayat.
Demikianlah bunyi riwayat ini secara ringkas dalam kitab ini. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya di berbagai tempat dalam kitab Sahih masing-masing secara panjang lebar.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman. Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab tafsir dari kitab Sunnannya telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur, dari Amir AsySya’bi, dari Masruq ibnul Ajda’, dari Siti Aisyah r.a.
Di dalam kitab Sahihain, dari Siti Aisyah r.a. disebutkan bahwa ia pernah mengatakan, “Seandainya Muhammad Saw. menyembunyikan sesuatu dari AlQur’an, niscaya dia akan menyembunyikan ayat ini,” yaitu firmanNya:
“…sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allahlah yang lebih berhak untuk kamu takuti.” (al-Ahzab: 37)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad, dari Harun ibnu Antrah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ketika ia berada di hadapan Ibnu Abbas, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Kemudian lelaki itu berkata, “Sesungguhnya banyak orang yang berdatangan kepada kami. Mereka menceritakan kepada kami bahwa pada kalian terdapat sesuatu yang belum pernah Rasulullah Saw. jelaskan kepada orang lain.”
Maka Ibnu Abbas menjawab, “Bukankah kamu ketahui bahwa Allah Swt. telah berfirman:
Yaa ayyuHar rasuulu balligh maa unzila ilaika mir rabbika (“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (Al-Maidah: 67). Demi Allah, Rasulullah Saw. tidak mewariskan kepada kami (ahlul bait) sesuatu hal yang disembunyikan.” Sanad atsar ini berpredikat jayyid.
Hal yang sama disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui riwayat Abu Juhaifah, yaitu Wahb ibnu Abdullah As-Sawai, yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a., “Apakah di kalangan kalian (ahlul bait) terdapat sesuatu dari wahyu yang tidak terdapat di dalam AlQur’an?”
Maka Khalifah Ali r.a. menjawab, “Tidak, demi Tuhan yang menumbuhkan biji-bijian dan yang menciptakan manusia, kecuali hanya pemahaman yang diberikan oleh Allah kepada seseorang mengenai Al-Qur’an dan apa yang terdapat di dalam lembaran ini.”
Aku bertanya, “Apakah yang terdapat di dalam lembaran ini?”
Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a. menjawab, “Masalah ‘aql (diat), membebaskan tawanan, dan seorang muslim tidak boleh dihukum mati karena membunuh seorang kafir.”
Imam Bukhari mengatakan bahwa Az-Zuhri pernah berkata, “Risalah adalah dari Allah, dan Rasul berkewajiban menyampaikannya, sedangkan kita diwajibkan menerimanya. Umatnya telah menyaksikan bahwa beliau Saw. telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanat Tuhannya, serta menyampaikan kepada mereka dalam perayaan yang paling besar melalui khotbahnya, yaitu pada haji wada’. Saat itu di tempat tersebut terdapat kurang lebih empat puluh ribu orang dari kalangan sahabatsahabatnya.”
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda dalam khotbah haji wada’nya:
“Hai manusia, sesungguhnya kalian akan ditanyai mengenai diriku, maka apakah yang akan kalian katakan?”
Mereka menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menunaikan risalah dan menyampaikan amanat serta menasihati umat.” Maka Rasulullah Saw. mengangkat jari telunjuknya ke langit, lalu menunjukkannya kepada mereka seraya bersabda:
“Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan?”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Fudail (yakni ibnu Gazwan), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda dalam haji wada’, “Hai manusia, hari apakah sekarang?”
Mereka menjawab, “Hari yang suci.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri (kota) yang suci.” Rasulullah Saw. bertanya, “Bulan apakah sekarang?” Mereka menjawab, “Bulan suci.” Maka Rasulullah Saw. bersabda:
“Maka sesungguhnya harta kalian, darah kalian, dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian sekarang ini di negeri kalian ini dan dalam bulan kalian ini.”
Rasulullah Saw. mengulangi ucapan ini berkali-kali, lalu mengangkat telunjuknya ke (arah) langit dan bersabda:
“Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan?” Ucapan ini diulangnya berkali-kali.
Ibnu Abbas mengatakan, “Demi Allah, hal ini merupakan wasiat yang beliau tunjukkan kepada Tuhannya, yakni beliau Saw. menitipkan umatnya kepada Allah Swt.” Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
“Ingatlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikannya kepada orang yang tidak hadir. Janganlah kalian kembali menjadi kufur sesudahku, sebagian dari kalian memukul leher sebagian yang lainnya.”
Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Ali ibnul Madini, dari Yahya ibnu Sa’id, dari Fudail ibnu Gazwan dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Firman Allah Swt.:
Wa il lam taf’al famaa balaghta risaalataHu (“jika tidak kamu kerjakan [apa yang diperintahkan itu, berarti] kamu tidak menyampaikan amanatNya.”) (AlMaidah: 67)
Yakni jika engkau tidak menyampaikannya kepada manusia apa yang telah Aku perintahkan untuk menyampaikannya, berarti engkau tidak menyampaikan risalah yang dipercayakan Allah kepadamu. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa telah diketahui konsekuensi hal tersebut seandainya terjadi.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firmanNya:
Wa il lam taf’al famaa balaghta risaalataHu (“jika tidak kamu kerjakan [apa yang diperintahkan itu, berarti] kamu tidak menyampaikan amanatNya.”) (AlMaidah: 67) Yaitu jika engkau sembunyikan barang suatu ayat yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, berarti engkau tidak menyampaikan risatahNya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Qubaihah ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari seorang laki-laki, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firmanNya:
Yaa ayyuHar rasuulu balligh maa unzila ilaika mir rabbika (“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.” (Al-Maidah: 67). Nabi Muhammad berkata, “Ya Tuhanku, apakah yang harus aku perbuat, sedangkan aku sendirian, tentu mereka akan mengeroyokku.”
Maka turunlah firmanNya:
Wa il lam taf’al famaa balaghta risaalataHu (“jika tidak kamu kerjakan [apa yang diperintahkan itu, berarti] kamu tidak menyampaikan amanatNya.”) (AlMaidah: 67)
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama.
Firman Allah Swt.: wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)
Yakni sampaikanlah olehmu risalah-Ku, dan Aku akan memeliharamu, menolongmu, dan mendukungmu serta memenangkanmu atas mereka. Karena itu janganlah kamu takut dan bersedih hati, karena tiada seorang pun dari mereka dapat menyentuhmu dengan keburukan yang menyakitkanmu. Sebelum ayat ini diturunkan, Nabi Saw. selalu dikawal. Seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Yahya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amir ibnu Rabi’ah menceritakan, “Siti Aisyah pernah bercerita bahwa di suatu malam Rasulullah Saw. begadang, sedangkan Siti Aisyah r.a. berada di sisinya. Siti Aisyah bertanya, ‘Apakah gerangan yang membuatmu gelisah, wahai Rasulullah Saw.?’ Maka Rasulullah bersabda:
“Mudah-mudahan ada seorang lelaki saleh dari sahabatku yang mau menjagaku malam ini.”
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, “Ketika kami berdua dalam keadaan demikian, tiba-tiba aku (Siti Aisyah) mendengar suara senjata, maka Rasulullah Saw. bertanya, ‘Siapakah orang ini?’ Seseorang menjawab, ‘Saya Sa’d ibnu Malik.’ Rasulullah Saw. bertanya, ‘Apa yang sedang kamu lakukan?’ Sa’d menjawab, ‘Aku datang untuk menjagamu, wahai Rasulullah’.”
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, “Tidak lama kemudian aku mendengar suara tidur Rasulullah Saw.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui jalur Yahya ibnu Sa’id Al-Ansari dengan lafaz yang sama. Menurut suatu lafaz, Rasulullah Saw. begadang di suatu malam, yaitu setibanya di Madinah sesudah hijrahnya dan sesudah mencampuri Siti Aisyah r.a. Hal ini terjadi pada tahun dua Hijriah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Marzuq Al-Basri yang tinggal di Mesir, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Ubaid (yakni Abu Qudamah), dari Al-Jariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. selalu dikawal dan dijaga sebelum ayat ini diturunkan, yaitu firmanNya:
wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, “Setelah itu Rasulullah Saw. mengeluarkan kepala dari kemahnya dan bersabda: “Hai manusia, bubarlah kalian, sesungguhnya Allah Swt. telah menjaga diri kami.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi melalui Abdu ibnu Humaid dan Nasr ibnu Ali Al-Jahdami, keduanya dari Muslim ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.
Juga telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadraknya melalui jalur Muslim ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama, kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Telah diriwayatkan pula oleh Sa’id ibnu Mansur, dari Al-Haris ibnu Ubaid Abu Qudamah Al-Ayadi, dari Al-Jariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Siti Aisyah dengan lafaz yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan, sebagian dari mereka ada yang meriwayatkan hadis ini dari Al-Jariri, dari Ibnu Syaqiq yang telah menceritakan bahwa pada mulanya Nabi Saw. selalu dikawal sebelum ayat ini diturunkan. Tetapi di dalam riwayat ini tidak disebutkan nama Siti Aisyah.
Menurut hemat kami, demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Ismail ibnu Ulayyah; dan Ibnu Murdawaih melalui jalur Wuhaib, keduanya dari Al-Jariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq secara mursal.
Hadis ini telah diriwayatkan secara mursal melalui Sa’id ibnu Jubair dan Muhammad ibnu Ka’b AlQurazi. Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan ibnu Murdawaih. Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Rasyidin Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdus Salam As-Sadfi, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnul Mukhtai, dari Abdullah ibnu Mauhib, dari Ismah ibnu Malik Al-Katmi yang menceritakan bahwa kami selalu mengawal Rasulullah Saw. di malam hari. Lalu Allah menurunkan firman-Nya:
wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)
Setelah ayat ini diturunkan, pengawalan pun dibubarkan.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ahmad Abu Nasr Al-Katib Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Kardus ibnu Muhammad Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Ya’la ibnu Abdur Rahman, dari Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah. dari Abu Sa’id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Al-Abbas —paman Rasulullah Saw.—termasuk salah seorang yang ikut mengawal Nabi Saw. Setelah ayat ini diturunkan, yaitu firmanNya:
wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)maka Rasulullah Saw. meninggalkan penjagaan, yakni tidak mau dikawal lagi.
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Hamid Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mufaddal ibnu Ibrahim AlAsy’ari, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mu’awiyah ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar Abuz Zubair Al-Makki menceritakan hadis berikut dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa dahulu apabila Rasulullah Saw. keluar, maka Abu Talib mengirimkan seseorang untuk menjaganya, hingga turun firmanNya:
wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)
Setelah ayat ini diturunkan dan Abu Talib mengutus seseorang untuk menjaga Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda: “Hai paman, sesungguhnya Allah telah menjaga diriku (dari gangguan manusia), maka sekarang aku tidak memerlukan lagi penjaga (pengawal pribadi) yang engkau kirimkan.”
Hadis ini garib, dan di dalamnya terdapat hal yang tidak dapat diterima, mengingat ayat ini adalah Madaniyah: sedangkan pengertian hadis menunjukkan kejadiannya berlangsung dalam periode Makkiyyah.
Sulaiman ibnu Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdul Majid Al-Hammani, dari An-Nadr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. selalu dikawal. Abu Talib-lah yang selalu mengirimkan beberapa orang lelaki dari kalangan Bani Hasyim untuk mengawal dan menjaga Nabi Saw. setiap harinya hingga turun kepada Nabi Saw. firman Allah Swt. yang mengatakan:
Yaa ayyuHar rasuulu balligh maa unzila ilaika mir rabbika Wa il lam taf’al famaa balaghta risaalataHu wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan [apa yang diperintahkan itu, berarti] kamu tidak menyampaikan amanatnya. Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, “Lalu paman Nabi Saw. bermaksud mengirimkan orang-orang untuk mengawal Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda:
‘Sesungguhnya Allah telah memelihara diriku dari (gangguan) jin dan manusia.’”
ImamTabrani meriwayatkannya dari Ya’qub ibnu Gailan Al-Ammani, dari Abu Kuraib dengan sanad yang sama.
Hadis ini pun berpredikat gharib, karena pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, bahkan ayat ini termasuk salah satu dari ayat-ayat yang paling akhir diturunkan oleh Allah Swt.
Termasuk pemeliharaan Allah Swt. kepada Rasul-Nya ialah Allah menjaga Rasulullah Saw. dari perlakuan jahat penduduk Mekah, para pemimpinnya, orang-orangnya yang dengki dan yang menentang beliau, serta para hartawannya yang selalu memusuhi dan membenci beliau, selalu memeranginya siang dan malam. Allah memelihara diri Nabi Saw. dari ulah jahat mereka dengan berbagai sarana yang diciptakan oleh-Nya melalui kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya yang besar.
Pada permulaan masa risalah Nabi Saw., Allah memelihara beliau melalui pamannya, yaitu AbuTalib; mengingat AbuTalib adalah seorang pemimpin yang besar lagi ditaati di kalangan orang-orang Quraisy.
Allah menciptakan rasa cinta secara naluri kepada Rasulullah Saw. di dalam qalbu AbuTalib, tetapi bukan cinta secara syar’i. Seandainya AbuTalib adalah orang yang telah masuk Islam, niscaya orang-orang kafir dan para pembesar Mekah berani mengganggu Nabi Saw. Akan tetapi, karena antara Abu Talib dan mereka terjalin kekufuran yang sama, maka mereka menghormati dan segan kepadanya.
Setelah paman Nabi Saw. —yaitu AbuTalib— meninggal dunia, orang-orang musyrik baru dapat menimpakan sedikit gangguan yang menyakitkan terhadap diri Nabi Saw. Tetapi tidak lama kemudian Allah membentuk kaum Ansar yang menolongnya; mereka berbaiat kepadanya untuk Islam serta meminta kepada beliau agar pindah ke negeri mereka, yaitu Madinah.
Setelah Nabi Saw. tiba di Madinah, maka orang-orang Ansar membela Nabi Saw. dari gangguan dan serangan segala bangsa. Setiap kali seseorang dari kaum musyrik dan kaum Ahli Kitab melancarkan tipu muslihat jahat terhadap diri beliau Saw., maka Allah menangkal tipu daya mereka dan mengembalikan tipu muslihat itu kepada perencananya sendiri.
Orang Yahudi pemah melancarkan tipu muslihat terhadap diri Nabi Saw. melalui sihirnya, tetapi Allah memelihara diri Nabi Saw. dari kejahatan sihir mereka, dan diturunkan-Nya kepada Nabi Saw. dua surat mu’awwizah sebagai obat untuk menangkal penyakit itu.
Dan ketika seorang Yahudi meracuni masakan kaki (kikil) kambing yang mereka kirimkan kepadanya di Khaibar, Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi Saw. dan memelihara diri Nabi Saw. dari racun tersebut.
Hal-hal seperti itu banyak sekali terjadi, kisahnya panjang bila dituturkan; antara lain ialah apa yang disebutkan oleh ulama tafsir dalam pembahasan ayat ini.
Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar, dari Muhammad ibnu Ka’b AI-Qurazi dan lain-lainnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. apabila turun di suatu tempat, maka para sahabatnya memilihkan buatnya sebuah pohon yang rindang, lalu beliau Saw. merebahkan diri beristirahat di bawahnya. Dan ketika beliau Saw. dalam keadaan demikian, datanglah seorang lelaki Arab Badui, lalu mencabut pedangnya, kemudian berkata “Siapakah yang melindungi dirimu dariku?” Nabi Saw. menjawab, “Allah Swt.” Maka tangan orang Badui itu gemetar sehingga pedang terjatuh dari tangannya. Kemudian Allah Swt. menurunkan firmanNya:
wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa’id AlQattan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hubab, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Zaid ibnu Aslam, dari Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. berperang melawan Bani Anmar, beliau turun istirahat di Zatur Riqa’ yaitu di daerah Nakhl yang tinggi.
Ketika beliau sedang duduk di pinggir sebuah sumur seraya menjulurkan kedua kakinya (ke dalam sumur itu), berkatalah Al-Haris dari kalangan Bani Najar, “Aku benar-benar akan membunuh Muhammad.” Maka temannya berkata kepadanya, “Bagaimanakah cara kamu membunuh dia?” Al-Haris berkata, “Aku akan katakan kepadanya, ‘Berikanlah pedangmu kepadaku,’ Apabila dia telah memberikan pedangnya kepadaku, maka aku akan membunuhnya dengan pedang itu.”
Al-Haris datang kepada Nabi Saw. dan berkata, “Hai Muhammad, berikanlah pedangmu kepadaku, aku akan melihat-lihatnya dengan menghunusnya.” Maka Nabi Saw. memberikan pedangnya kepada Al-Haris. Tetapi setelah Al-Haris menerimanya dan menghunusnya, tiba-tiba tangan Al-Haris gemetar hingga pedang itu terjatuh dari tangannya.
Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Allah menghalang-halangi antara kamu dan apa yang kamu
inginkan.”
Lalu Allah Swt. menurunkan firmanNya:
Yaa ayyuHar rasuulu balligh maa unzila ilaika mir rabbika Wa il lam taf’al famaa balaghta risaalataHu wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan [apa yang diperintahkan itu, berarti] kamu tidak menyampaikan amanatnya. Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)
Bila ditinjau dari segi konteksnya, hadis ini berpredikat gharib. Kisah Gauras ibnul Haris ini terkenal di dalam kitab Sahih.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amr ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Bila kami menemani Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, kami mencarikan sebuah pohon yang paling besar dan paling rindang untuknya, lalu beliau turun istirahat di bawahnya.
Pada suatu hari beliau Saw. turun di bawah sebuah pohon, kemudian beliau gantungkan pedangnya pada pohon tersebut. Lalu datanglah seorang lelaki dan mengambil pedang itu, kemudian lelaki itu berkata, “Hai Muhammad, siapakah yang akan melindungimu dariku?”
Nabi Saw. bersabda: “Allahlah yang akan melindungiku darimu. Sekarang letakkanlah pedang itu,” maka seketika itu juga dia langsung meletakkan pedangnya. Maka Allah Swt. menurunkan firmanNya:
wallaaHu ya’shimuka minan naasi (“Allah memelihara kamu dari [gangguan] manusia.”) (Al-Maidah: 67)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Hatim ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Ishaq Ibnu Ibrahim, dari Al-Muammal ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah; ia pernah mendengar Aba Israil —yakni Al Jusyami— mengatakan bahwa ia pemah mendengar Ja’dah —yakni Ibnu Khalid ibnus Summah Al Jusyami r.a. —menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar sebuah kisah mengenai Nabi Saw. Ketika beliau Saw. melihat seorang lelaki yang gemuk, Nabi Saw. menunjuk ke arah perutnya dan bersabda: “Seandainya ini bukan di bagian ini, niscaya lebih baik darimu.”
Pernah pula didatangkan kepada Nabi Saw. seorang lelaki lain, lalu dikatakan kepada Nabi Saw. bahwa orang ini bermaksud membunuhnya Maka Nabi Saw. bersabda:
“Jangan takut, seandainya kamu bermaksud melakukan niatmu itu, Allah tidak akan membiarkanmu dapat menguasai diriku.”
Firman Allah Swt.:
innallaaHa laa yaHdil qaumal kaafiriin (“Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”) (AlMaidah: 67)
Yakni sampaikanlah (risalah ini) olehmu, dan Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia akan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman Allah Swt. yang artinya:
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendakiNya.” (Al-Baqarah: 272)
“..karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka.” (Ar-Ra’d: 40)
&

No comments:

Post a Comment

 
back to top