Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 33-36
16JAN
Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah surah ke 6: 165 ayat
Surah Makkiyyah kecuali ayat: 20, 23, 91, 93, 114, 141, 151, 152, 153 Madaniyyah surah ke 6: 165 ayat
“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu. Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lubang di bumi atau tangga ke langit, lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk. Sebab itu. janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil. Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang memenuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan.”) (al-An’aam: 33-36)
Allah Swt. berfirman menghibur nabi-Nya dalam menghadapi pendustaan kaumnya terhadap dirinya dan pertentangan mereka terhadapnya:
Qad na’lamu innaHuu layahzunukal ladzii yaquuluun (“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakana itu menyedihkan hatimu.”) (Al-An’am: 33)
Maksudnya, pengetahuan Kami benar-benar telah meliputi pendustaan mereka terhadapmu dan kesedihan serta kekecewaanmu terhadap sikap mereka. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain yang artinya:
“Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.”) (Fathir: 8)
“Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.”) (Fathir: 8)
Sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya yang lain:
“Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (Asy-Syu’araa: 3)
“Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (Asy-Syu’araa: 3)
Sama pula dengan firmanNya:
“Maka barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini.” (Al-Qur’an). (Al-Kahfi: 6)
“Maka barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini.” (Al-Qur’an). (Al-Kahfi: 6)
Adapun firman Allah Swt.:
Fa innaHum laa yukadzdzibuunaka wa laa kinnadh dhaalimiina bi aayaatillaaHi yajhaduun (“karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.”) (Al-An’am: 33)
Fa innaHum laa yukadzdzibuunaka wa laa kinnadh dhaalimiina bi aayaatillaaHi yajhaduun (“karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.”) (Al-An’am: 33)
Artinya mereka sama sekali tidak menuduhmu sebagai seorang pendusta dalam hal tersebut.
wa laa kinnadh dhaalimiina bi aayaatillaaHi yajhaduun (“tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.”) (Al-An’am: 33)
Yakni ‘tetapi mereka mengingkari perkara yang hak dan menolaknya dengan dada mereka’, seperti yang diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Najiyah ibnu Ka’b , dari Ali yang menceritakan bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada Nabi Saw., “Sesungguhnya kami tidak menuduh dirimu pendusta, tetapi kamu hanya mendustakan apa yang k amu sampaikan itu.” Maka Allah Swt. menurunkan firmanNya:
Fa innaHum laa yukadzdzibuunaka wa laa kinnadh dhaalimiina bi aayaatillaaHi yajhaduun (“karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.”) (Al-An’am: 33)
Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Israil, dari Abu Ishaq; kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhaan ( Imam Bukhari dan Imam Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Wazir Al-Wasiti di Mekah. telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mubasysyir Al-Wasiti, dari Salam ibnu Miskin, dari Abu Yazid Al Madani, bahwa Nabi Saw. bersua dengan Abu Jahal, lalu berjabat tangan dengannya. Kemudian ada seorang lelaki berkata kepada Abu Jahal, “Kalau tidak salah aku pernah melihatmu berjabat tangan dengan orang yang sabi’ ini (maksudnya Nabi Muhammad Saw.).” Abu Jahal menj awab, “Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui bahwa dia adalah seorang nabi, tetapi bilakah bagi kami kalangan Bani ‘Abdu Manaf mau mengikutinya ?” Lalu Abu Yazid membacakan firmanNya:
Fa innaHum laa yukadzdzibuunaka wa laa kinnadh dhaalimiina bi aayaatillaaHi yajhaduun (“karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.”) (Al-An’am: 33)
Menurut takwil Abu Saleh dan Qatadah disebutkan, “Mereka mengetahui bahwa engkau adalah Rasulullah, tetapi mereka mengingkari(nya).”
Muhammad ibnu Ishaq menuturkan dari Az-Zuhri kisah Abu Jahal ketika datang mendengar bacaan Al-Qur’an Nabi Saw. di malam hari, dan datang pula mendengarkannya Abu Sufyan ibnu Harb dan Al Akhnas ibnu Syuraiq, tetapi ketiga orang tersebut masing-masing tidak mengetahui keberadaan yang lainnya. Lalu mereka mendengarkannya sampai subuh. Dan ketika hari telah subuh, mereka bubar, lalu dalam perjalanan pulangnya mereka bersua di tengah jalan. Maka masing-masing dari mereka berkata kepada yang lainnya, “Apakah yang kamu dapatkan?” Lalu masing-masing orang mengemukakan apa yang telah didapat (dipahaminya).
Kemudian mereka saling berjanji bahwa mereka tidak akan mendengarkannya lagi, karena khawatir perbuatan mereka diketahui oleh para pemuda Ouraisy, yang dampaknya nanti para pemuda Quraisy menjadi tertarik kepada Nabi Saw. dengan kedatangan mereka.
Pada malam keduanya masing-masing dari mereka datang lagi dengan dugaan bahwa kedua temannya pasti tidak akan datang mengingat perjanjian yang telah mereka sepakati bersama. Tetapi pada pagi harinya mereka bersua di tengah jalan dalam perjalanan pulangnya, maka mereka saling mencela. Akhirnya mereka mengadakan perjanjian lagi bahwa mereka tidak akan mendengarkannya lagi.
Pada malam ketiganya ternyata mereka datang lagi dan pagi harinya mereka bersua kembali, lalu berjanji tidak akan melakukan hal yang serupa, kemudian pulang ke rumahnya masing-masing. Pada pagi harinya Al-Akhnas ibnu Syuraiq mengambil tongkatnya, lalu pergi ke rumah Abu Sufyan. Setelah sampai di rumah Abu Sufyan, ia bertanya, “Hai Abu Hanzalah, ceritakanlah kepadaku kesan yang kamu simpulkan setelah mendengar bacaan Muhammad itu.”
Abu Sufyan menjawab, “Hai Abu Sa’labah, demi Allah, sesungguhnya aku telah mendengar banyak hal yang kuketahui dan kuketahui pula makna yang dimaksud darinya, tetapi aku telah mendengar pula banyak hal yang tidak kumengerti maknanya dan apa yang dimaksud olehnya.”
Al-Akhnas berkata mengiakan, “Aku pun berani sumpah seperti kamu, bahwa aku mempunyai pemahaman yang sama denganmu.”
Abu Sufyan menjawab, “Hai Abu Sa’labah, demi Allah, sesungguhnya aku telah mendengar banyak hal yang kuketahui dan kuketahui pula makna yang dimaksud darinya, tetapi aku telah mendengar pula banyak hal yang tidak kumengerti maknanya dan apa yang dimaksud olehnya.”
Al-Akhnas berkata mengiakan, “Aku pun berani sumpah seperti kamu, bahwa aku mempunyai pemahaman yang sama denganmu.”
Lalu Al-Akhnas keluar dari rumah Abu Sufyan dan langsung menuju ke rumah Abu Jahal. Ia langsung masuk ke dalam rumah Abu Jahal dan berkata, “Hai Abui Hakam, bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang telah kamu dengar dari (bacaan) Muhammad?'” Abu Jahal menjawab, “Sama seperti yang kamu dengar.” Abu Jahal melanjutkan perkataannya, “Kami bersaing dengan Bani Abdu Manaf dalam hal kedudukan yang terhormat; mereka memberi makan, maka kami pun memberi makan; mereka membantu mengadakan angkutan, maka kami
pun berbuat hal yang sama, dan mereka memberi, maka kami pun memberi pula. hingga manakala kami berlutut di atas kendaraan dalam keadaan lemah dan tersandera, mereka mengatakan bahwa dari kalangan kami ada seorang nabi yang selalu didatangi oleh wahyu dari langit. Maka bilamana kami menjumpai ini, demi Allah, kami tidak akan beriman kepadanya selama-lamanya dan tidak akan percaya kepadanya.”
Maka Al-Akhnas bangkit meninggalkannya.
pun berbuat hal yang sama, dan mereka memberi, maka kami pun memberi pula. hingga manakala kami berlutut di atas kendaraan dalam keadaan lemah dan tersandera, mereka mengatakan bahwa dari kalangan kami ada seorang nabi yang selalu didatangi oleh wahyu dari langit. Maka bilamana kami menjumpai ini, demi Allah, kami tidak akan beriman kepadanya selama-lamanya dan tidak akan percaya kepadanya.”
Maka Al-Akhnas bangkit meninggalkannya.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui Asbat, dari Assaddi sehubungan dengan makna firman-Nya:
Qad na’lamu innaHuu layahzunukal ladzii yaquuluuna Fa innaHum laa yukadzdzibuunaka wa laa kinnadh dhaalimiina bi aayaatillaaHi yajhaduun (“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, [janganlah kamu bersedih hati], karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.”) (Al-An’am: 33)
Ketika Perang Badar, Al-Akhnas ibnu Syuraiq berkata kepada Bani Zahrah, “Hai Bani Zahrah, sesungguhnya Muhammad adalah anak lelaki saudara perempuan kalian. Maka kalian adalah orang yang lebih berhak untuk melindungi anak saudara perempuan kalian. Karena sesungguhnya jika dia memang seorang nabi, janganlah kalian memeranginya hari ini; dan jika dia dusta, maka kalian adalah orang yang paling berhak untuk menghentikan anak saudara perempuan kalian. Berhentilah kalian, sebelum aku bersua lebih dahulu dengan Abul Hakam (Abu Jahal). Jika Muhammad menang, kalian tetap kembali dengan selamat; dan jika Muhammad dikalahkan, maka sesungguhnya kaum kalian belum pernah berbuat sesuatu pun kepada kalian.”
Sejak saat itu ia diberi nama Al Akhnas , sebelum itu namanya adalah Ubay. Lalu Al Akhnas menjumpai Abu Jahal, kemudian membawanya menyendiri hanya berduaan dengannya. Al Akhnas bertanya, “Hai Abui Hakam, ceritakanlah kepadaku tentang Muhammad, apakah dia benar ataukah dusta? Karena sesungguhnya di tempat ini sekarang tidak ada seorang Quraisy pun selain aku dan kamu yang dapat mendengar pembicaraan kita.”
Abu Jahal menjawab, “Celakalah kamu. demi Allah, sesungguhnya Muhammad memang orang yang benar, Muhammad sama sekali tidak pernah dusta. Tetapi apabila Abi Qusai memborong semua jabatan, yaitu liwa, siqayah, hijabah, dan kenabian, maka apa lagi yang tersisa buat kaum Quraisy lainnya ?”
Yang demikian itulah maksud dari firman-Nya:
Fa innaHum laa yukadzdzibuunaka wa laa kinnadh dhaalimiina bi aayaatillaaHi yajhaduun (“karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.”) (Al-An’am: 33)
Ayat-ayat Allah adalah Nabi Muhammad Saw.
Firman Allah Swt.: wa laqad kudzdzibat rusulum min qablika fashabaruu ‘alaa maa kudzdzibuu wa uudzuu hattaa ataaHum nashrunaa (“Dan sesungguhnya telah didustakan [pula] rasul-rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan [yang dilakukan] terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka.”) (Al An’am: 34)
Hal ini merupakan hiburan bagi hati Nabi Muhammad Saw., sekaligus sebagai ungkapan dukungan terhadapnya dalam menghadapi orang-orang yang mendustakannya dari kalangan kaumnya , juga merupakan perintah kepadanya agar bersikap sabar sebagaimana sikap sabar orang-orang yang berhati teguh dari kalangan para rasul terdahulu.
Dalam ayat ini pun terkandung janji Allah kepada nabi-Nya, bahwa Dia akan menolongnya sebagaimana Dia telah menolong para rasul terdahulu, kemudian beroleh kemenangan. Pada akhirnya akibat yang terpuji diperoleh para rasul sesudah mengalami pendustaan dan gangguan dari kaumnya masing-masing. Setelah itu datanglah kepada mereka pertolongan, dan kemenangan di dunia dan di akhirat. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya selanjutnya:
Wa laa mubaddila likalimaatillaaHi (“Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat [janji-janji] Allah.” (al-An’am: 34)
Yakni janji-janji kemenangan yang telah ditetapkan-Nya di dunia dan akhirat bagi hamba hamba-Nya yang mukmin. Perihalnya sama dengan firman-Nya yang lain:
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (As-Saffat: 171-173)
“Allah telah menetapkan, ‘Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.’ Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa (Al-Mujadilah: 21)
Mengenai firman Allah Swt.: wa laqad jaa-aka min naba-il mursaliin (“Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita Rasul-rasul itu.”) (Al An’am: 34)
Artinya berita tentang mereka, bagaimana mereka mendapat pertolongan dan dukungan dalam menghadapi orang-orang yang mendustakan mereka dari kalangan kaumnya. Maka demikian pula halnya dengan kamu (Muhammad) akan mengalami hal yang sama dengan para rasul yang mendahuluimu.
Kemudian Allah Swt. berfirman: wa in kaana kabura ‘alaika i’raadluHum (“Dan jika perpalingan mereka [darimu] terasa amat berat bagimu.”) (Al-An’am: 35)
Yaitu apabila terasa berat ol ehmu sikap berpaling mereka darimu.
Fa inistatha’ta an tabtaghiya nafaqan fil ardli au sullaman (“maka jika kamu dapat membuat lubang di bumi atau tangga ke langit.”) (Al An’am: 35)
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa nafaq artinya terowongan. Yakni kamu (Muhammad) ma suk ke dalam terowongan itu. lalu datang membawa ayat kepada mereka; atau kamu buat tangga sampai ke langit, lalu kamu naik ke langit dan mendatangkan kepada mereka suatu ayat (bukti) yang lebih baih daripada yang engkau sampaikan kepada mereka sekarang, maka lakukanlah. Hal yang semisal dikatakan pula oleh Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya.
Firman Allah Swt.: wa lau syaa-allaaHu laja’alaHum ‘alal Hudaa falaa takuunanna minal jaaHiliin (“Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk. Sebab itu, janganlah kalian sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil.”) (Al An’am: 35)
Ayat ini sama maknanya dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.” (Yunus : 99) , hingga akhir ayat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
wa lau syaa-allaaHu laja’alaHum ‘alal Hudaa falaa takuunanna minal jaaHiliin (“Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk. Sebab itu, janganlah kalian sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil.”) (Al An’am: 35)
Sesungguhnya Rasulullah Saw. sangat menginginkan semua orang beriman dan mengikuti jalan petunjuknya. Maka Allah memberitahukan kepadanya bahwa tidak ada seorang pun yang beriman kecuali orang yang telah ditakdirkan oleh Allah mendapat kebahagiaan sejak zaman azalinya.
wa lau syaa-allaaHu laja’alaHum ‘alal Hudaa falaa takuunanna minal jaaHiliin (“Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk. Sebab itu, janganlah kalian sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil.”) (Al An’am: 35)
Sesungguhnya Rasulullah Saw. sangat menginginkan semua orang beriman dan mengikuti jalan petunjuknya. Maka Allah memberitahukan kepadanya bahwa tidak ada seorang pun yang beriman kecuali orang yang telah ditakdirkan oleh Allah mendapat kebahagiaan sejak zaman azalinya.
Firman Allah Swt.: inna maa yastajiibul ladziina aamanuu (“Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah). (Al An’am: 36)
Yakni sesungguhnya orang yang menyambut seruanmu, hai Muhammad, hanyalah orang yang mau mendengar, mencerna, dan memahaminya .
Yakni sesungguhnya orang yang menyambut seruanmu, hai Muhammad, hanyalah orang yang mau mendengar, mencerna, dan memahaminya .
Perihalnya sama dengan yang disebutkan oleh ayat lain:
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.” (Yaasiin: 70)
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.” (Yaasiin: 70)
Firman Allah Swt.: wal mautaa yab’atsuHumullaaHu tsumma ilaiHi yurja’uun (“dan orang-orang
yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan.”) (Al An’am: 36)
yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan.”) (Al An’am: 36)
Yang dimaksud dengan ‘orang-orang yang mati’ ialah orang-orang kafir. Dikatakan demikian karena hati mereka mati, maka Allah menyerupakan mereka dengan orang-orang yang mati sungguhan (yakni bangkai). Karena itulah disebutkan:
wal mautaa yab’atsuHumullaaHu tsumma ilaiHi yurja’uun (“dan orang-orang
yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan.”) (Al An’am: 36)
wal mautaa yab’atsuHumullaaHu tsumma ilaiHi yurja’uun (“dan orang-orang
yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan.”) (Al An’am: 36)
Di dalam ungkapan ini terkandung makna cemoohan dan penghinaan terhadap mereka.
&
No comments:
Post a Comment