Saturday, June 9, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 104-109

0 Comments

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 104-109

6MAR
tulisan arab alquran surat ali imraan ayat 104-109“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (QS. 3:104). Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, (QS. 3:105). Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu”. (QS. 3:106). Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (Surga); mereka kekal didalamnya. (QS. 3:107). Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya. (QS. 3:108). Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. (QS. 3:109).
Allah swt. berfirman: wal takum minkum ummatuy yad’uuna ilal khairi wa ya’muruuna bil ma’ruufi wa yanHauna ‘anil munkari wa ulaa-ika Humul muflihuun (“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”)
Adh-Dhahhak berkata: “Mereka itu adalah khusus para Sahabat, khusus para Mujahidin dan ulama.”
Abu Ja’far al-Sair berkata, Rasulullah pernah membaca ayat: wal takum minkum ummatuy yad’uuna ilal khairi (“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan.”) Lalu beliau bersabda: “Kebajikan itu adalah mengikuti al-Qur’an dan Sunnahku.” (HR. Ibnu Mar-dawaih).
Maksud ayat ini, hendaklah ada segolongan dari umat yang siap memegang peran ini, meskipun hal itu merupakan kewajiban bagi setiap individu umat sesuai dengan kapasitasnya, sebagaimana ditegaskan dalam kitab Shahih Muslim, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaklah ia merubah dengan lisannya dan jika tidak mampu juga, maka hendaklah ia merubah dengan hatinya dan yang demikian itu merupakan selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan: “Dan setelah ketiganya (tangan, lisan, dan hati) itu, maka tidak ada lagi iman meskipun hanya sebesar biji sawi.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman, bahwa Nabi pernah bersabda: “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran, atau Allah akan menyegerakan penurunan adzab untuk kalian dari sisi-Nya, lalu kalian berdo’a memohon kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkannya untuk kalian.” (HR. At-Tirmidzidan Ibnu Majah. At-Tirmidzi berkata, hadits ini hasan).
Dalam masalah ini terdapat banyak hadits dan ayat al-Qur’an, sebagai-mana yang akan kami kemukakan penafsirannya dalam masing-masing ayat.
Selanjutnya Allah berfirman: wa laa takuunuu kal ladziina tafarraquu wakhtalafuu mim ba’di maa jaa-a Humul bayyinaaat (“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.”) Allah melarang umat ini menjadi seperti umat-umat yang terdahulu dalam perpecahan dan perselisihan mereka serta keengganan mereka menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, padahal hujjah sudah jelas bagi mereka.
Dan firman-Nya, yauma tab-yadl-dlu wujuuHuw wa taswaddu wujuuH (“Pada hari yang pada waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.”) Yakni pada hari Kiamat kelak, ketika wajah Ahlussunnah wal Jama’ah putih berseri, sedangkan wajah ahlul bid’ah wal furqah (ahli bid’ah dan perpecahan) hitam muram. Demikian dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas.`
Firman-Nya, fa ammal ladziins waddat wujuuHuHum akafartum ba’da iimaanikum (“Adapun orang-orang yang hitam muram wajahnya [kepada mereka dikatakan]: ‘Mengapa kamu kafir sesudah kamu beriman?’”) al-Hasan al-Bashri berkata: “Mereka itu adalah orang-orang munafik.” “Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.” Gambaran itu mencakup seluruh orang-orang kafir.
Dan firman-Nya, wa ammal ladziinabyadl-dlat wujuuHuHum fa fii rahmatillaaHi Hum fiiHaa khaaliduun (“Adapun orang-orang yang putih berseri wajahnya, maka mereka berada dalam rahmat Allah [Surga], mereka kekal di dalamnya.”) Rahmat Allah yaitu Surga, mereka akan tetap tinggal di sana selamanya dan tidak ingin beranjak darinya sejenak pun.
Setelah itu Allah berfirman, tilka aayaatullaaHi nat-luuHaa ‘alaika (“Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu.”) Maksudnya, inilah ayat-ayat, hujjah-hujjah dan penjelasan Allah yang Kami bacakan kepadamu, hai Muhammad, bil haqqi (“Dengan benar.”) Yakni, Kami menyingkapkan hakekat persoalannya di dunia dan di akhirat.
Wa mallaaHu yuriidu dhulmal lil ‘aalamiin (“Dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya.”) Maksud-nya, Allah tidak berbuat zhalim terhadap mereka, bahkan Dia bertindak bijaksana dan adil yang tidak menyimpang, karena Dia berkuasa atas segala sesuatu, yang Mahamengetahui atas segala sesuatu, sehingga dengan demikian itu Dia tidak perlu berbuat zhalim terhadap hamba-hamba-Nya. Oleh karena Dia berfirman: wa lillaaHi maa fis samaawaati wa maa fil ardli (“Kepunyaan Allah segala itu, yang ada di langit dan di bumi.”) Semuanya itu adalah kepunyaan-Nya dan menjadi hamba-Nya.
Wa lillaaHi turja’ul ‘umuur (“Dan kepada Allah dikembalikan segala urusan.”) Artinya, Dialah pengambil keputusan yang mengendalikan apa yang ada di dunia dan di akhirat.
&

No comments:

Post a Comment

 
back to top