Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 139-141
6APR
“Katakanlah: ‘Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Rabb Kami dan Rabb Kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati, (QS. Al-Baqarah: 139) ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?’ Katakanlah: ‘Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah (persaksian) dari Allah yang ada padanya?’ Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 140) Itu adalah umat yang telah lalu, baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggung-jawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 141)
Allah berfirman dalam rangka membimbing Nabi-Nya, Muhammad untuk menolak perdebatan orang-orang musyrik: qul atuhaajjuunana fillaaHi (“Katakanlah: ‘Apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang Allah.’”) Artinya, kalian mendebat kami mengenai pengesaan Allah, ketulusan ibadah serta ketundukpatuhan kepada-Nya, mengikuti semua perintah-Nya, dan menjauhi semua larangan-Nya. Wa Huwa rabbunaa wa rabbbukum (“Padahal Dia adalah Rabb kami dan Rabb-mu.”) yaitu Rabb yang mengatur dan mengurus diri kami dan juga kalian, hanya Dialah yang berhak atas pemurnian ibadah, tiada sekutu baginya.
Wa lanaa a’maalunaa wa lakum a’maalukum (“Bagi kami semua amalan-amalan kami, dan bagimu amalan-amalan kamu.”) artinya kami berlepas diri dari kalian dan yang kalian sembah, dan kalian juga berlepas diri dari kami. Sebagaimana firman-Nya dalam ayat yang lain yang artinya: “Jika mereka mereka mendustakanmu, maka katakanlah: ‘Bagiku amalku dan bagimu amalmu. Kamu terlepas dari apa yang aku kerjakan dan aku pun terlepas dari apa yang kamu kerjakan. “‘ (QS. Yunus: 41).
Dan dalam surat al-Baqarah ini, Allah berfirman: Wa lanaa a’maalunaa wa lakum a’maalukum wa nahnu laHuu mukhlisuun (“Bagi kami semua amalan-amalan kami, dan bagimu amalan-amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati,”) yaitu dalam beribadah dan menghadapkan diri.
Kemudian Allah Ta’ala mengingkari pengakuan mereka bahwasanya Ibrahim as. serta para nabi yang disebutkan sesudahnya, al-Asbath menganut agama mereka, baik agama Yahudi ataupun agama Nasrani, dan juga Dia berfirman: qul a antum a’lamu amillaaHi (“Apakah kamu yang lebih tahu ataukah Allah?”) maksudnya, tetapi Allah yang lebih mengetahui. Dan Dia telah memberitahukan bahwa mereka bukan penganut agama Yahudi atau nasrani sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi ia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imraan: 67)
Dan firman Allah selanjutnya, wa mallaaHu bighaafilin ‘ammaa ta’maluun (“Dan Allah sekali-kali tiada lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.”) Yang demikian itu merupakan ancaman yang sangat keras. Yakni bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi semua amal perbuatan kalian dan Dia akan memberikan balasan atasnya.
Lebih lanjut Dia berfirman: tilka ummatun qad khalat (“Itu adalah umat yang telah lalu.”) Maksudnya, mereka telah lewat. laHaa maa kasabat walakum maa kasabtum (“Baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang telah kamu usahakan.”) Maksudnya, bagi mereka amal perbuatan mereka dan bagi kalian pula amal perbuatan kalian.” Wa laa tus-aluuna ‘ammaa kaanuu ya’maluuun (“Dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.”) Pengakuan kalian sebagai anak keturunan mereka tidak akan berguna bagi kalian tanpa mengikuti mereka. Dan janganlah kalian tertipu dengan sekedar mengaku bernasab kepada mereka, kecuali jika kalian mentaati perintah-perintah Allah, sebagaimana yang telah mereka lakukan, juga mengikuti para rasul-Nya yang diutus untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Karena barangsiapa yang kafir terhadap salah satu nabi, berarti ia telah kafir terhadap seluruh rasul, apalagi kepada penghulu para nabi, penutup para rasul dan utusan Rabb semesta alam, kepada seluruh para mukallaf dari bangsa manusia dan juga jin. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan Allah kepada beliau, juga kepada seluruh nabi Allah.
&
No comments:
Post a Comment