Saturday, June 9, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 256

0 Comments

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 256

27APR
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 256“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Allah swt. berfirman: laa ikraaHa fid diini (“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama.”) Maksudnya, janganlah kalian memaksa seseorang memeluk agama Islam. Karena sesungguhnya dalil-dalil dan bukti-bukti itu sudah demikian jelas dan gamblang, sehingga tidak perlu ada pemaksaan terhadap seseorang untuk memeluknya. Tetapi barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah dan dilapangkan dadanya serta diberikan cahaya bagi hati nurainya, maka ia akan memeluknya. Dan barangsiapa yang dibutakan hatinya oleh Allah Ta’ala, dikunci mati pen-dengaran dan pandangannya, maka tidak akan ada manfaat baginya paksaan dan tekanan untuk memeluk Islam. Para ulama menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah ber-kenaan dengan beberapa orang kaum Anshar, meskipun hukumnya berlaku umum.
Ibnu Jarir meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, ia menceritakan, ada seorang wanita yang sulit mempunyai anak, berjanji kepada dirinya, jika putranya hidup, maka ia akan menjadikannya Yahudi. Dan ketika Bani Nadhir diusir, dan di antara mereka terdapat anak-anak kaum Anshar, maka mereka berkata, “Kami tidak mendakwahi anak-anak kami.” Maka Allah menurunkan ayat, laa ikraaHa fid diini qad tabayyanar rusydu minal ghayyi (“Tidak ada paksaan untuk [memasuki] agama [Islam]. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat.”)
Demikian hadits yang diriwayatkan Imam Nasa’i secara keseluruhan. Juga diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya.
Ulama yang lainnya mengatakan: “Ayat tersebut telah dinaskh (dihapus) dengan ayat qital (perang), dan bahwasanya kita diwajibkan mengajak seluruh umat manusia memeluk agama yang lurus, yaitu Islam. Jika ada salah seorang di antara mereka menolak memeluknya dan tidak mau tunduk kepadanya, atau tidak mau membayar jizyah, maka ia harus dibunuh. Dan inilah makna pemaksaan.”
Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam).” (QS Al-Fath: 16).
Diriwayatkan bahwa dalam hadits shahih disebutkan: “Rabbmu merasa kagum kepada kaum yang digiring ke dalam surga dengan rantai.” Maksudnya, para tawanan yang dibawa ke negeri Islam dalam keadaan diikat dan dibelenggu, setelah itu mereka masuk Islam, lalu amal perbuatan mereka dan hati mereka menjadi baik, sehingga mereka menjadi penghuni surga.
Dan firman-Nya: fa may yakfur bith-thaaghuuti wa yu’mim billaaHi faqadistamsaka bil’urwatil wutsqaa lan fishaama laHaa wallaaHu samii’un ‘aliim (“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.”) Artinya, barangsiapa yang melepaskan diri dari sekutu-sekutu (tandingan), berhala, serta apa yang diserukan oleh syaitan berupa penyembahan kepada selain Allah, mengesakan-Nya, serta menyembah-Nya, dan bersaksi bahwa tiada Ilah yang haq selain Dia. faqadistamsaka bil’urwatil wutsqaa (“Maka sesungguhnya ia telah berpegagang pada buhul tali yang amai kuat yang tidak akan putus.”) Berarti ia telah benar-benar tegar dan teguh berjalan di jalan yang tepat lagi lurus.
Umar ra. mengatakan: “Bahwa al-jibt itu berarti sihir dan thaghut berarti syaitan. Bahwasanya keberanian dan sikap pengecut merupakan tabiat yang melekat pada diri Manusia. Orang yang berani akan memerangi orang-orang yang tidak dikenalnya, sedangkan seorang pengecut lari meninggalkan ibunya. Sesungguhnya kemuliaan seseorang adalah pada agama, kehormatan dan akhlaknya, meskipun ia orang Parsi ataupun rakyat jelata.”
Demikian yang diriwayatkan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari Umar ra. Lalu ia menyebutkannya. Dan makna yang diberikan Umar bahwa thaghut berarti syaitan mempunyai landasan yang sangat kuat, ia mencakup segala macam kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah, yaitu berupa penyembahan berhala, berhukum, dan memohon bantuan kepadanya.
Sedangkan firman-Nya: fa may yakfur bith-thaaghuuti wa yu’mim billaaHi faqadistamsaka bil’urwatil wutsqaa lan fishaama laHaa (“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”) Artinya, ia telah berpegang teguh kepada agama dengan sarana yang sangat kuat. Dan Allah Ta’ala menyerupakan hal itu dengan tali sangat kuat yang tidak akan putus. Tali tersebut sangatlah kokoh, kuat keras ikatannya.
Mujahid mengatakan: “Yang dimaksud dengan al-‘urwatul wutsqaa; adalah iman.” Sedangkan as-Suddi mengemukakan: “Yaitu Islam.” Sedangkan Sa’id bin Jubair dan adh-Dhahhak mengatakan: “Yaitu kalimat Laa ilaaHa illallaaH.” Dari Anas bin Malik: “Yang dimaksud dengan al-‘urwatul wutsqaa; adalah al-Qur’an.” Dan dari Salim bin Abi al-Ja’ad, ia mengatakan: “Cinta dan benci karena Allah.”
Semua ungkapan di atas benar, tidak bertentangan satu dengan lainnya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Qais bin ‘Ubadah, menceritakan, suatu ketika aku berada di dalam masjid, lalu datang seseorang yang terpancar kekhusyuan dari wajahnya. Kemudian orang itu mengerjakan shalat dua rakaat secara singkat. Orang-orang di masjid itu berkata: “Inilah seorang ahli syurga.” Ketika orang itu keluar, aku mengikutinya hingga masuk ke rumahnya. Maka aku pun masuk ke rumahnya bersamanya. Selanjutnya aku ajak ia berbicara, dan setelah sedikit akrab, maka aku pun berkata kepada-nya: “Sesungguhnya ketika engkau masuk masjid, orang-orang berkata ini dan itu.” Ia berujar: “Subhanallah, tidak seharusnya seseorang mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Akan aku ceritakan kepadamu mengapa aku demikian. Sesungguhnya pada masa Rasulullah, aku bermimpi ini dan mimpi itupun kuceritakan kepada beliau. Aku pernah bermimpi seolah-olah berada di sebuah taman yang sangat hijau.
Ibnu Aun mengatakan: “Orang itu menyebutkan warna hijau dan keluasan taman itu.” Di tengah-tengah taman itu terdapat tiang besi yang bagian bawahnya berada di bumi dan yang bagian atas berada di langit. Di atasnya terdapat tali. Dikatakan kepadaku, “Naiklah ke atasnya.” Aku tidak sanggup,” jawabku. Kemudian datang seorang pelayan kepadaku. -Ibnu Aun mengatakan: yaitu seorang pelayan muda menyingsingkan bajuku dari belakang seraya berkata: “Naiklah.” Maka aku pun menaikinya hingga aku berpegangan pada tali itu. Ia berkata: “Berpegangteguhlah pada tali itu!.” Setelah itu aku bangun dari tidur dan tali itu beradatanganku. Selanjutnya aku menemui Rasulullah saw. dan kuceritakan semua-nya itu kepada beliau, maka beliau bersabda: “Taman itu adalah taman Islam, dan tiang itu adalah tiang Islam, sedangkan tali itu adalah tali yang sangat kuat. Engkau akan senantiasa memeluk Islam sampai mati.”
Imam Ahmad mengatakan: “Ia adalah Abdullah bin Salam.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahihain.
&

No comments:

Post a Comment

 
back to top