Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 108
25MAR
“Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 108)
Melalui ayat ini, Allah melarang orang-orang mukmin banyak bertanya kepada Nabi mengenai hal-hal sebelum terjadi, sebagaimana Dia berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya akan menyusahkanmu dan jika kalian menanyakan pada waktu al-Qur an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu.” (QS. Al-Maa-idah: 101)
Artinya, jika kalian menanyakan perinciannya setelah ayat itu diturunkan, niscaya akan dijelaskan kepada kalian. Dan janganlah kalian menanyakan suatu perkara yang belum terjadi karena boleh jadi perkara itu akan diharamkan akibat adanya pertanyaan tersebut.
Oleh karena itu dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang muslim yang paling besar kejahatannya adalah yang menanyakan sesuatu yang tidak diharamkan, kemudian menjadi diharamkan lantaran pertanyaan tadi.”
Ketika Rasulullah ditanya mengenai seseorang yang mendapati isterinya bersama laki-laki lain. Jika hal itu ia bicarakan, maka itu adalah suatu aib untuknya. Dan jika ia biarkan, maka pantaskah ia diamkan hal tersebut? Maka Rasulullah tidak menyukai pertanyaan-pertanyaan seperti itu dan mencelanya. Kemudian Allah swt. menurunkan hukum mula’anah (li’an).
Oleh karena itu, di dalam kitab Shahihain ditegaskan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah: “Rasulullah melarang banyak bicara dan membicarakan setiap kabar yang didengarnya, menghambur-hamburkan harta, serta banyak bertanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam kitab Shahih Muslim diriwayatkan, Rasulullah bersabda: “Biarkanlah masalah-masalah yang tidak aku persoalkan atas kalian. Karena binasanya orang-orang sebelum kalian disebabkan mereka banyak bertanya dan menentang para nabi mareka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu, maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim)
Yang demikian itu dikemukakan Rasulullah setelah mereka diberitahukan bahwa Allah Ta’ala mewajibkan ibadah haji kepada mereka, lalu seseorang bertanya: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Maka Rasulullah pun terdiam meskipun telah ditanya sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau pun menjawab: “Tidak, seandainya kujawab, ‘Ya,’ maka akan menjadi suatu kewajiban. Dan jika diwajibkan, niscaya kalian tidak sanggup menunaikannya.” Kemudian beliau bersabda: “Janganlah banyak bertanya kepadaku, laksanakan saja apa yang aku telah ajarkan kepada kalian. Karena binasanya orang-orang sebelum kalian disebabkan mereka banyak bertanya dan menentang pada nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu, maka hindarilah.”
Oleh karena itu, Anas bin Malik pernah berkata, “Kami dilarang bertanya kepada Rasulullah mengenai sesuatu. Hal yang menggembirakan kami adalah jika ada seorang dari penduduk pedalaman yang datang dan bertanya kepada beliau dan kami mendengarnya.”
Firman Allah: am turiidduna an tas-aluu rasuulakum kamaa su-ila muusaa min qablu (“Apakah kalian menghendaki untuk meminta kepada Rasul kalian seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu?”) Maksudnya adalah, bahkan kalian menghendaki untuk itu. Atau dapat juga dikatakan bahwa hal itu termasuk bab istifham (pertanyaan) yang mempunyai makna penolakan. Dan firman-Nya itu berlaku umum, baik orang-orang mukmin dan juga orang-orang kafir, karena Rasulullah itu diutus kepada umat manusia secara keseluruhan.
Sebagaimana firman-Nya: yas-aluka aHlul kitaabi an tunazzala ‘alaiHim kitaabam minas samaa-i faqad sa-alu muusaa akbara min dzaalik faqaaluu arinallaaHa jaHratan fa akhadzat Humush-shaa-‘iqatu bidhulmiHim (“Ahlul kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: ‘Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata.’ Maka mereka disambar petir karena kezhalimannya.”) Maksudnya, Allah mencela orang yang bertanya kepada Rasulullah mengenai sesuatu hal dengan tujuan untuk mempersulit dan mengusulkan pendapat yang lain, sebagaimana yang ditanyakan Bani Israil kepada Musa as. dalam rangka menyulitkan, mendustai, dan mengingkarinya.
Firman-Nya: wa may yatabaddalil kuf-ra bil iimaani (“Dan barangsiapa menukar keimanan dengan kekufuran.”) Artinya, barangsiapa membeli kekufuran dengan menukarnya [dengan] keimanan,’ Faqad dlal-la sawaa-as sabiil (“Maka ia benar-benar tersesat dari jalan yang lurus.”) Artinya, ia telah keluar dari jalan yang lurus menuju kebodohan dan kesesatan. Demikian itulah keadaan orang-orang yang menolak untuk membenarkan dan mengikuti para nabi dan berbalik menuju penentangan dan pendustaan serta mengusulkan pendapat yang lain melalui pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya mereka tidak memerlukannya dan hanya bertujuan untuk menyulitkan dan kufur.
Abut ‘Aliyah mengatakan: “(Maksud ayat di atas yaitu) menukar kebahagiaan dengan kesengsaraan.”
&
No comments:
Post a Comment