Saturday, June 9, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 45-47

0 Comments

Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 45-47

2MAR
Tafsir Al-Qur’an Surah Ali ‘Imraan (Keluarga ‘Imraan)
Surah Madaniyyah; surah ke 3: 200 ayat
tulisan arab alquran surat ali imraan ayat 45-47“(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakanmu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya al-Masih ‘Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), (QS. 3:45) dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang shalih’. (QS. 3:46) Maryam berkata: ‘Ya Rabbku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun.’ Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): ‘Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: ‘Jadilah’, lalu jadilah dia.” (QS. 3:47)
Ini merupakan kabar gembira yang disampaikan oleh Malaikat kepada Maryam, bahwa Allah akan melahirkan darinya seorang anak yang mulia yang memiliki kedudukan tinggi. Allah swt. berfirman, wa idz qaalatil malaa-ikatu yaa maryamu innallaaHa yubasy-syiruki bikalimatin minHu (“Ingatlah ketika Malaikat berkata: ‘Wahai Maryam, sesungguhnya Allah memberikan kabar gembira kepadamu [dengan kelahiran seorangputra yang diciptakan] dengan kalimat [yang datang] dari-Nya.’ Yaitu seorang anak yang keberadaannya melalui sebuah kalimat dari Allah, yaitu Allah berkata kepadanya, kun ‘Jadilah’, maka jadilah ia. Dan ini merupakan penafsiran firman-Nya, mushaddiqam bikalimatim minallaaH (“Yang membenarkan kalimat [yang datang] dari Allah.”) (QS. Ali-Imian: 39) Sebagaimana yang disebutkan oleh Jumhur ulama, yang telah dijelaskan sebelumnya.
ismuHul masiihu ‘iisabna maryama (“Namanya al Masih Isa putra Maryam.”) Artinya, nama ini masyhur di dunia dan dikenal oleh orang-orang yang beriman. Dinamai al-Masih, menurut sebagian ulama salaf, karena ia banyak melakukan perjalanan. Ada juga yang mengatakan, karena ia rata kedua telapak kakinya, tidak berlekuk. Dikatakan juga, karena jika ia mengusap seseorang yang mengidap penyakit kronis, maka dengan izin Allah orang itu akan sembuh.
Firman-Nya, ‘iisabna maryama (“Isa putra Maryam,”) dinisbatkan kepada ibunya, Maryam, kerena tidak mempunyai ayah.
wajiiHan fiddun-yaa wal aakhirati wa minal muqarrabiin (“Seorang terkemuka di dunia dan akhirat serta termasuk orang-orang yang didekatkan [kepada Allah].”) Dengan kata lain, ia mempunyai kehormatan dan kedudukan di hadapan Allah di dunia, karena syari’at telah diwahyukan kepadanya serta diturunkan pula kepadanya kitab dan karunia Allah lainnya yang diberikan kepadanya. Sedang di akhirat kelak ia akan memberi syafa’at di hadapan Allah kepada orang-orang yang diizinkan-Nya dan syafa’atnya itu dikabulkan Allah sebagaimana para Rasul dari kalangan Uulul `Azmi. Semoga shalawat dan salam Allah atas mereka semuanya.
Firman-Nya, wa yukallimun naasa fil maHdi wa kaHlan (“Dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa.”) Yaitu ia mengajak untuk ibadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya pada waktu masih bayi. Yang demikian itu merupakan mukjizat dan tanda (kekuasaan Allah). Juga pada waktu sudah dewasa, yaitu ketika Allah menyampaikan wahyu kepadanya.
Wa minash shaalihiin (“Dan dia termasuk di antara orang-orang yang shalih.”) Yakni dalam perkataan dan perbuatan, ia memiliki ilmu yang benar dan amal yang shalih.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi bersabda: “Tidak ada yang dapat bicara ketika masih dalam buaian kecuali tiga bayi, yaitu `Isa, seorang bayi pada masa Juraij, dan seorang bayi lainnya.” (Muttafaq alaih)
Ketika mendengar kabar gembira yang disampaikan oleh Malaikat itu, Maryam berucap dalam munajatnya: rabbi innii yakuunu lii waladuw walam yamsasnii basyar (“Rabbku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun.”) Maksudnya, bagaimana anak itu akan lahir dariku sedang aku tidak mempunyai suami, bahkan niat menikah pun tidak ada, dan aku pun bukan seorang pelacur, a’uudzubillaah. Sebagai jawaban atas pertanyaannya tersebut, maka Malaikat menyampaikan kepadanya dari Allah, kadzaalikillaaHu yakhluqu maa yasyaa-u (“Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.”) Artinya, demikianlah perintah Allah itu sangat agung, tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkannya.
Ditegaskan di sini dengan firman-Nya: “yakhluqu maa yasyaa-u” dan tidak menggunakan kalimat “yaf’alu maa yasyaa-u” sebagaimana dalam kisah Zakariya. Bahkan disebutkan di sini dengan jelas bahwa Ia menciptakan, dengan tujuan agar tidak ada syubhat atau keraguan.
Dan hal ini diperkuat dengan firman-Nya, idzaa qadlaa amran fa innamaa yaquulu laHuu kun fayakuun (“Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka hanya cukup berkata kepadanya: ‘jadilah, ” maka jadilah ia.”) Maksudnya, tidak tertambat sedikit pun, bahkan segera. Sebagaimana firman-Nya: wa maa amrunaa illaa waahidatun kalamhil bashari (“Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.”) Artinya, Kami hanya memerintah satu kali saja, tanpa diulangi, maka segeralah terjadi sesuatu itu secepat kejapan mata.
&

No comments:

Post a Comment

 
back to top