Tafsir Ibnu Katsir Surah Ali ‘Imraan ayat 14-15
2MAR
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis eras, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga). (QS. 3:14) Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Rabb mereka ada Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Mahamelihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. 3:15)
Allah swt, memberitahukan mengenai apa yang dijadikan indah bagi manusia dalam kehidupan dunia, berupa berbagai ragam kenikmatan; wanita dan anak. Allah swt. memulainya dengan menyebut wanita, karena fitnah yang ditimbulkan oleh wanita itu lebih berat, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits shahih, bahwa Rasulullah bersabda:
“Aku tidak meninggalkan suatu fitnah yang lebih bahaya bagi kaum laki-laki daripada wanita.”
“Aku tidak meninggalkan suatu fitnah yang lebih bahaya bagi kaum laki-laki daripada wanita.”
Jika keinginan terhadap wanita itu dimaksudkan untuk menjaga kesucian dan lahirnya banyak keturunan, maka yang demikian itu sangat diharapkan, dianjurkan dan disunnahkan. Sebagaimana beberapa hadits telah menganjurkan menikah dan memperbanyak nikah. “Dan sebaik-baik umat ini yang paling banyak isterinya.”
Juga sabdanya: “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah. Jika dia (suami) memandangnya dia (isteri) menyenangkannya, jika memerintahnya maka dia mentaatinya, dan jika ia (suami) tidak berada di sisinya, dia senantiasa menjaga dirinya dan (menjaga) harta suaminya.” (HR. Muslim, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Dan sabdanya dalam hadits lain: “Dijadikan aku menyukai wanita dan wangi-wangian, dan dijadikan kesejukan mata hatiku di dalam shalat.” (Diriwayatkan an-Nasa’i dan al-Hakim. Al-Hakim mengatakan, hadits ini shahih dengan syarat Muslim tanpa kata “ju’ilat.” Dan diriwayatkan Imam ath-Thabrani dalam kitab al-Ausath dan ash-Shaghiir.)
Kecintaan kepada anak dimaksudkan untuk kebanggaan dan sebagai perhiasan, dan hal ini termasuk ke dalam kategori (ayat) ini. Tetapi terkadang juga kecintaan pada anak itu dimaksudkan untuk memperbanyak keturunan dan memperbanyak jumlah umat Muhammad yang hanya beribadah kepada Allah; semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Hal ini sangat terpuji, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits:
“Kawinilah wanita yang dicintai (keibuan) dan yang melahirkan banyak keturunan, karena aku bangga dengan jumlah kalian yang banyak, sebagai umat yang terbanyak pada hari Kiamat kelak.”
“Kawinilah wanita yang dicintai (keibuan) dan yang melahirkan banyak keturunan, karena aku bangga dengan jumlah kalian yang banyak, sebagai umat yang terbanyak pada hari Kiamat kelak.”
Demikian halnya dengan kecintaan kepada harta benda. Terkadang dimaksudkan untuk berbangga-bangga, angkuh dan sombong kepada orang-orang lemah serta menindas orang-orang fakir, hal ini merupakan perbuatan tercela.
Tetapi terkadang dimaksudkan untuk memberikan nafkah kepada kaum kerabat, mempererat silaturahmi, berbuat baik dan ketaatan, yang terakhir ini merupakan perbuatan terpuji secara syar’i.
Para mufassir berbeda pendapat mengenai ukuran qinthar. Tetapi ringkasnya, qinthar adalah harta yang banyak, sebagaimana yang dikatakan oleh adh-Dhahhak dan lainnya. Dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai hadits mauquf seperti riwayat Waki’ dalam tafsirnya. Dan inilah yang lebih shahih.
Kecintaan kepada kuda terbagi tiga:
– Pertama, kecintaan memelihara kuda dengan maksud untuk persiapan berperang di jalan Allah. Kapan dibutuhkan, maka mereka pergi berperang menunggangi kudanya. Bagi mereka ini disediakan pahala yang banyak.
– Kedua, kecintaan memelihara kuda dengan maksud untuk kebanggaan, memusuhi dan menentang Islam. Tindakan semacam ini termasuk perbuatan dosa.
– Ketiga, dimaksudkan untuk mengembangbiakkan dengan tidak melupakan hak Allah dalam pemanfaatannya. Maka hal ini untuk pemiliknya adalah sebagai penunjang kebutuhannya, sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang akan kami kemukakan pada pembahasan firman Allah “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa Baja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang. ” (QS. Al-Anfaal: 60)
– Pertama, kecintaan memelihara kuda dengan maksud untuk persiapan berperang di jalan Allah. Kapan dibutuhkan, maka mereka pergi berperang menunggangi kudanya. Bagi mereka ini disediakan pahala yang banyak.
– Kedua, kecintaan memelihara kuda dengan maksud untuk kebanggaan, memusuhi dan menentang Islam. Tindakan semacam ini termasuk perbuatan dosa.
– Ketiga, dimaksudkan untuk mengembangbiakkan dengan tidak melupakan hak Allah dalam pemanfaatannya. Maka hal ini untuk pemiliknya adalah sebagai penunjang kebutuhannya, sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang akan kami kemukakan pada pembahasan firman Allah “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa Baja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang. ” (QS. Al-Anfaal: 60)
Sedangkan mengenai firman-Nya: al musawwamati (“pilihan”), telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dia menuturkan, al-musawwamah berarti yang digembalakan dan yang sangat bagus. Demikian juga yang diriwayatkan dari Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin Abzi, as-Suddi, ar-Rabi’ bin Anas, Abu Sinan, dan selain mereka.
Dan Mak-hul mengatakan: “Al-musawwamah berarti belang putih di dahi dan kaki-kakinya.” Dan ada juga yang berpendapat lain.
Firman-Nya: wal an’aami (“Binatang ternak.”) Yaitu unta, sapi, dan kambing.
Sedangkan firman-Nya: wal hartsi (“Sawah ladang.”) Yakni tanah yang digunakan untuk bercocok tanam dan bertani.
Sedangkan firman-Nya: wal hartsi (“Sawah ladang.”) Yakni tanah yang digunakan untuk bercocok tanam dan bertani.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Suwaid bin Hubairah, dari Nabi beliau bersabda: “Sebaik-baik harta kekayaan seseorang adalah kuda yang banyak beranak atau pohon kurma yang banyak berbuah.”
Selanjutnya Allah berfirman: dzaalika mataa’ul hayaatid dun-yaa (“Itulah kesenangan hidup di dunia.”) Dengan kata lain, itulah bunga sekaligus perhiasan kehidupan dunia yang fana.
Firman-Nya: wallaaHu ‘indaHuu husnul ma’aab (“Dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik [Surga].”) Yaitu tempat kembali dan juga pahala yang baik.
Firman-Nya: qul a-unabbi-ukum bikhairim min dzaalikum (“Katakanlah: ‘Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’”) Dengan kata lain, katakanlah wahai Muhammad, kepada umat manusia: “Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih baik daripada apa yang telah dijadikan indah pada pandangan manusia dalam kehidupan dunia ini, berupa kesenangan dan kenikmatan, yang pasti semuanya itu akan sirna.”
Firman-Nya: qul a-unabbi-ukum bikhairim min dzaalikum (“Katakanlah: ‘Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’”) Dengan kata lain, katakanlah wahai Muhammad, kepada umat manusia: “Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih baik daripada apa yang telah dijadikan indah pada pandangan manusia dalam kehidupan dunia ini, berupa kesenangan dan kenikmatan, yang pasti semuanya itu akan sirna.”
Kemudian setelah itu Allah memberitahukan hal itu seraya berfirman, lil ladziinat taqaw ‘inda rabbiHim jannaatun tajrii min tahtiHal anHaaru (“Untuk orang orang yang bertakwa, di sisi Rabb mereka ada Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”) Yaitu, dari berbagai sisi Surga dan sudutnya mengalir sungai-sungai yang terdiri dari berbagai aneka minuman, baik yang berupa madu, susu, khamr, air dan lain sebagainya, yang belum pernah dilihat mata, didengar telinga, dan tidak pernah juga terbersit dalam hati manusia. ‘Mereka kekal di dalamnya. ”
Maksudnya, mereka akan tinggal di sana selamanya, dan tidak ingin pindah darinya.
Maksudnya, mereka akan tinggal di sana selamanya, dan tidak ingin pindah darinya.
Firman-Nya, wa azwaajum mutaHHaratun (“Dan mereka dikaruniai isteri-isteri yang disucikan.”) Yaitu yang disucikan dari berbagai macam kotoran, penyakit, haidh, nifas, dan lain-lainnya yang dialami kaum wanita di dunia ini. “Serta keridhaan Allah. “Yaitu bahwa mereka diberikan keridhaan oleh Allah sehingga tidak lagi mendapatkan murka-Nya, untuk selamanya. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam ayat lain yang terdapat di dalam surat at-Taubah, “Dan keridhaan Allah itu adalah lebih besar. “Yakni lebih besar daripada kenikmatan abadi yang diberikan kepada mereka.
Setelah itu Dia berfirman: wallaaHu bashiirum bil ‘ibaad (“Dan Allah Mahamelihat akan hamba-hamba-Nya.”) Dengan pengertian, bahwa Allah akan memberikan kepada setiap orang, sesuai dengan haknya masing-masing.
&
No comments:
Post a Comment