Sunday, June 10, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ ayat 35

0 Comments

Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ ayat 35

7FEB
tulisan arab alquran surat an nisaa' ayat 35“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki, dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal.” (QS. an-Nisaa’: 35)
Allah menyebutkan keadaan pertama, yaitu, jika terdapat ketidakcocokan dan pembangkangan dari isteri (pada ayat sebelumnya). Kemudian menyebutkan kasus kedua, yaitu jika ketidak cocokan muncul dari keduanya (suami isteri).
Allah berfirman: wa in khiftum syiqaaqa bainiHimaa fab’atsuu hakamam min aHliHii wa hakaman min aHliHaa (“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (pendamai/penengah) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.”)
Para fuqaha (ulama ahli fiqih) berkata, jika terjadi persengketaan di antara suami isteri, maka didamaikan oleh hakim sebagai pihak penengah, meneliti kasus keduanya dan mencegah orang yang berbuat zhalim dari keduanya dari perbuatan zhalim. Jika perkaranya tetap berlanjut dan persengketaannya semakin panjang, maka hakim dapat mengutus seseorang yang dipercaya dari keluarga wanita dan keluarga laki-laki untuk berembug dan meneliti masalahnya, serta melakukan tindakan yang mengandung maslahat bagi keduanya berupa perceraian atau berdamai.
Dan syariat menganjurkan untuk berdamai, untuk itu Allah berfirman: iy yuriidaa ish-laahay yuwafiqillaaHu bainaHumaa (“Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.”)
Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu`Abbas: “Allah memerintahkan mereka untuk mengutus seorang laki-laki yang shalih (terpercaya) dari pihak keluarga laki-laki, dan seorang yang sama dari pihak keluarga wanita, untuk meneliti siapa di antara keduanya yang berlaku buruk. Jika sang suami yang melakukan keburukan, maka mereka dapat melindungi sang isteri dan membatasi kewajibannya dalam memberi nafkah. Jika seorang isteri yang melakukan keburukan, maka mereka dapat mengurangi haknya dari suami dan menahan nafkah yang diberikan kepadanya. Jika, keduanya sepakat untuk bercerai atau menyatu kembali, maka boleh saja perkara itu ditetapkan. Jika keduanya berpendapat untuk disatukan kembali, lalu salah satu suami isteri itu ridha, sedangkan yang lain tidak suka, kemudian salah satunya mati, maka yang meridhainya dapat waris dari yang tidak meridhai. Sedangkan yang tidak suka tidak dapat waris dari yang ridha.” (HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir).
Syaikh Abu `Umar bin `Abdil Barr berkata, para ulama sepakat bahwa, apabila terjadi perbedaan pendapat di antara kedua hakam tersebut, maka pendapat yang lain tidak berlaku. Dan para ulama pun sepakat bahwa pendapat keduanya untuk menyatukan kembali harus dilaksanakan sekalipun suami isteri tak mewakilkan. Akan tetapi mereka berbeda pendapat apakah pendapat kedua hakam tentang perceraian harus dilaksanakan pula. Dihikayatkan dari jumhur ulama bahwa pendapat itu wajib pula dilaksanakan walaupun tanpa penyerahan perwakilan.
&

No comments:

Post a Comment

 
back to top