Friday, June 8, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 2 – Al-Qur’an petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa - Sifat orang-orang mukmin yang bertakwa

0 Comments

– Al-Qur’an petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa
- Sifat orang-orang mukmin yang bertakwa

tulisan arab surat albaqarah ayat 2

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 2

4

FEB

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” (QS. 2:2)



Ibnu Juraij menceritakan, Ibnu Abbas mengatakan, “dzaalikal kitaabu” berarti kitab ini. Hal yang sama juga dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Said bin jubair, as-Suddi, Muqatil bin Hayyan, Zaid bin Aslam, Ibnu Juraij, bahwa “dzaalika'” (itu) berarti “Haadzaa” (ini). Bangsa Arab berbeda pendapat mengenai kedua ismul isyarah (kata petunjuk) tersebut. Mereka sering memakai keduanya secara tumpang tindih. Dalam percakapan yang demikian itu sudah menjadi sesuatu yang dimaklumi. Dan hal itu juga telah diceritakan Imam al-Bukhari dari Mu’ammar bin Mutsanna, dari Abu Ubaidah.
“al kitaabu” yang dimaksudkan dalam ayat di atas adalah al-Qur’an. Dan ar-Raib maknanya: asy-syakku artinya keragu-raguan. Laa raiba fiiHi berarti tidak ada keraguan di dalamnya. Artinya, bahwa al-Qur’an ini sama sekali tidak mengandung keraguan di dalamnya, bahwa ia diturunkan dari sisi Allah, sebagimana yang difirmankan-Nya dalam surat as-Sajdah:
Alif laam miim. Tanziilul kitaabi laa raiba fiiHi mir rabbil ‘aalamiin (“Alif Laam Miim. Turunnya al-Qur’an yang tidak ada keraguan terhadapnya adalah dari Rabb semesta alam. “) (QS. As-Sajdah: 1).
Sebagian mereka mengatakan, yang demikian itu merupakan berita yang berarti larangan. Artinya, janganlah kalian meragukannya. Di antara qurra’ ada yang menghentikan bacaanya ketika sampai pada kata “laa raiba fiiHi” dan memulainya kembali dengan firman-Nya, yaitu: “fiiHi Hudal lil muttaqiin”.
Dan ada juga yang menghentikan bacaan pada kata “laa raiba fiiHi. Bacaan yang (terakhir ini) lebih tepat. Karena dengan bacaan seperti itu firman-Nya, yaitu “Hudan” yang menjadi sifat bagi al-Qur’an itu sendiri. Dan yang demikian itu lebih baik dan mendalam dari sekadar pengertian yang menyatakan adanya petunjuk di dalamnya.
“Hudan” ditinjau dari segi bahasa arab bisa berkedudukan Marfu’ sebagai naat (sifat), dan bisa juga Manshub sebagai hal (keterangan keadaan). Dan hudan (petunjuk) itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa, sebagai- mana yang difirmankan Allah swt: yaa ayyuHannaasu qad jaa-atkum mau’idhatum mir rabbikum wa syifaaul liman fish-shuduur wa Hudaw wa rahmatul lil mu’miniin (“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada klain pelajaran dan Rabb kalian dan penyembuh bagi berbagai penyakit [yang ada] di dalam dada serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. ” (QS. Yunus: 57)



Surah Yunus - سورة يونس

[10:57] - Ini adalah sebahagian dari keseluruhan surah. [Papar keseluruhan surah]


A057
Wahai umat manusia! Sesungguhnya telah datang kepada kamu Al-Quran yang menjadi nasihat pengajaran dari Tuhan kamu, dan yang menjadi penawar bagi penyakit-penyakit batin yang ada di dalam dada kamu, dan juga menjadi hidayah petunjuk untuk keselamatan, serta membawa rahmat bagi orang-orang yang beriman.
(Yunus 10:57) | <Embed> | English Translation | Tambah Nota Bookmark

As-Suddi menceritakan, dari Abu Malik dan dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas dan dari Murrah al-Hamadani, dari Ibnu Mas’ud, dari beberapa sahabat Rasulullah , bahwa makna “Hudal lil muttaqiin”, berarti cahaya bagi orang-orang yang bertakwa.
Abu Rauq menceritakan, dari adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan bahwa “almuttaqiin” adalah orang-orang mukmin yang sangat takut berbuat syirik kepada Allah dan senantiasa berbuat taat kepada-Nya.
Muhammad bin Ishak, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Ikrimah atau Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, al-Muttaqin adalah orang-orang yang senantiasa menghindari siksaan Allah Ta’ala dengan tidak meninggalkan petunjuk yang diketahuinya dan mengharapkan rahmat-Nya dalam mempercayai apa yang terkandung di dalam petunjuk tersebut.
Sufyan ats-Tsauri menceritakan, dari seseorang, dari al-Hasan al-Bashri, ia mengatakan, firman-Nya “lil muttaqiin” berarti mereka yang benar-benar takut mengerjakan apa yang telah diharamkan Allah swt bagi mereka serta menunaikan apa yang telah diwajibkan kepada mereka.
Sedangkan Qatadah mengatakan “lil muttaqiin” adalah mereka yang disifati Allah dalam firman-Nya: alladziina yu’minuuna bil ghaibi wa yuqiimuunash-shalaata” (“Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib serta mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka. “) (QS. Al- Baqarah: 3).



Dan pendapat yang dipilih Ibnu Jarir adalah bahwa ayat ini mencakup kesemuanya itu, dan itulah yang benar.
Telah diriwayatkan dari Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Athiyyah as-Suddi, ia menceritakan, Rasulullah bersabda:
“Tidaklah seorang hamba mencapai derajat muttaqin (orang yang bertakwa) hingga ia meninggalkan apa yang boleh dilakukannya untuk menghindari apa yang tidak boleh dikerjakannya.” (Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Didlaifkan oleh syaikh al-Albani dalam Dla’iiful jami’ [6320])
Yang dimaksud dengan “Hudan” petunjuk, adalah keimanan yang tertanam di dalam hati. Dan tiada yang dapat meletakkannya di dalam hati manusia kecuali Allah swt. Dalam hal ini Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberikan petunjuk kepada orang yang ngkau cintai. ” (QS. Al-Qashash: 56)



Dia juga berfirman yang artinya: “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleb Allah, maka dialah yang mendapatkan petunjuk. Dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapat- kan orang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. ” (QS. Al- 17)
Selain itu, Hudan dimaksudkan juga sebagai penjelasan mengenai kebenaran, pemberian dalil terhadapnya, serta bimbingan menuju kepadanya. Allah swt telah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (asy-Syuura: 57)



Juga firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (QS. Ar-Ra’ad: 7).



Surah Ar-Ra'd - سورة الرعد

[13:7] - Ini adalah sebahagian dari keseluruhan surah. [Papar keseluruhan surah]


A007
Dan berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa tidak diturunkan kepada (Muhammad) sesuatu mukjizat dari Tuhannya?" Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) hanyalah seorang Rasul pemberi amaran (kepada orang-orang yang ingkar), dan tiap-tiap umat (yang telah lalu) ada Nabinya yang memimpin ke jalan yang benar.
(Ar-Ra'd 13:7) | <Embed> | English Translation | Tambah Nota Bookmark

Dan firman Allah: “Dan Adapun kaum Tsamud, Maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk,” (QS. Fushshilat: 17)



Ketahuilah bahwa taqwa pada dasarnya berarti menjaga diri dari hal-hal dibenci, karena kata takwa berasal dari kata “al wiqaayatu” (penjagaan).
An-Nabighah bersyair:
Penutup kepalanya terjatuh padahal ia tidak bermaksud menjatuhkannya.
Lalu ia mengambilnya sambil menutupi wajahnya -dari pandangan kami- dengan tangannya.
Diceritakan, Umar bin al-Khaththab ra. pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab mengenai takwa, maka Ubay bertanya kepadanya: “Tidakkah engkau pernah melewati jalan yang berduri?” Umar menjawab: “Ya.” Ia bertanya lagi: “Lalu apa yang engkau kerjakan?” Ia menjawab: “Aku berusaha keras dan bekerja sungguh-sungguh untuk menghindarinya.” Kemudian ia menuturkan: “Yang demikian itu adalah takwa.”
Ibnul Mu’taz telah mengambil pengertian itu seraya mengatakan:
Tinggalkanlah dosa kecil maupun besar dan yang demikian itu adalah takwa.
Jadilah seperti orang yang berjalan di atas tanah berduri, berhati-hati terhadap apa yang dilihatnya.
Dan janganlah engkau meremehkan suatu hal yang kecil, sesungguhnya gunung itu berasal dari batu kerikil.
Pada suatu hari, Abud Darda’ pernah membacakan sebuah sya’ir:
Seseorang menginginkan agar harapannya dipenuhi, namun Allah menolaknya kecuali apa yang dikehendaki-Nya.
Ia mengucapkan: “Keuntungan dan harta kekayaanku.” Padahal takwa kepada Allah-lah sebaik-baik apa yang diperoleh dan dimiliki.
Dalam Kitabnya, as-Sunan, Ibnu Majah meriwayatkan, dari Abu Umamah ra:
“Tidak ada sesuatu bagi seseorang setelah takwa yang lebih baik dari seorang isteri shalihah, yang jika sang suami melihatnya ia selalu membahagiakannya, jika suami menyuruhnya ia senantiasa menaatinya, jika suami bersumpah terhadap sesuatu kepadanya, maka dia penuhi sumpahnya. Dan jika suaminya tidak berada di sisinya, ia selalu setia menjaga dirinya dan harta suaminya.” (HR. Ibnu Majah. Dha’if, didha’ifkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Dha’iiful jaami’ (4999).-ed.)
Alladziina yu’minuuna bil ghaibi “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib)” Abu Ja’far ar-Razi menceritakan, dari Abdullah, ia mengatakan: “Iman itu adalah kebenaran.”
Ali bin Abi Thalhah dan juga yang lainnya menceritakan,dari Ibnu Abbas , ia mengatakan: “Mereka beriman (maksudnya adalah) mereka membenarkan.”
Sedangkan Mu’ammar mengatakan, dari az-Zuhri, “Iman adalah amal.”
Ibnu Jarir mengatakan, yang lebih baik dan tepat adalah mereka harus mensifati diri dengan iman kepada yang ghaib baik melalui ucapan maupun perbuatan. Kata iman itu mencakup keimanan kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya sekaligus membenarkan pernyataan itu melalui amal perbuatan.
Demikian itulah pendapat yang menjadi pegangan mayoritas ulama. Bahkan telah menyatakan secara ijma’ (sepakat) Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Ubaidah, dan lain-lainnya, “Bahwa iman adalah pembenaran dengan ucapan dan amal perbuatan,bertambah dan berkurang.” Mengenai hal ini telah banyak hadits dan atsar yang membahasnya. Dan kami telah menyajikannya secara khusus dalam kitab Syarhu al-Bukhari.
Sebagian mereka mengatakan, beriman kepada yang ghaib sama seperti beriman. kepada yang nyata, dan bukan seperti yang difirmankan Allah mengenai orang-orang munafik: “dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok.” (QS. Al-Baqarah: 14)



Surah Al-Baqarah - سورة البقرة

[2:14] - Ini adalah sebahagian dari keseluruhan surah. [Papar keseluruhan surah]


A014
Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: " Kami telah beriman ", dan manakala mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka berkata pula:" Sesungguhnya kami tetap bersama kamu, sebenarnya kami hanya memperolok-olok (akan orang-orang yang beriman)".
(Al-Baqarah 2:14) | <Embed> | English Translation | Tambah Nota Bookmark

Dengan demikian, firman-Nya “kepada yang ghaib” berkedudukan sebagai haal (menerangkan keadaan), artinya pada saat keadaan mereka ghaib dari penglihatan manusia. Sedangkan mengenai makna ghaib yang dimaksud ini terdapat berbagai ungkapan ulama salaf yang beragam, semua benar maksudnya.
Mengenai firman Allah: yu’minuuna bilghaibi (“Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib,”) Abu Ja’far ar-Razi menceritakan, dari ar-Rabi’ bin Anas, dari Abu al-‘Aliyah, ia mengatakan: “Mereka beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, surga dan neraka, serta pertemuan dengan Allah, dan juga beriman akan adanya kehidupan setelah kematian ini, serta adanya kebangkitan. Dan semuanya itu adalah hal yang ghaib.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Muhairiz, ia menceritakan, aku pernah mengatakan kepada Abu Jam’ah: “Beritahukan kepada kami sebuah hadits yang engkau dengar dari Rasulullah saw”. la pun berkata: “Baiklah, aku akan beritahukan sebuah hadits kepadamu. Kami pernah makan siang bersama Rasulullah , dan bersama kami terdapat Abu Ubaidah bin al Jarrah, lalu ia bertanya: ‘Ya Rasulullah, adakah seseorang yang lebih baik dari kami? Sedangkan kami telah masuk Islam bersamamu dan berjihad bersamamu pula?’ Beliau menjawab: “Ya ada. Yaitu suatu kaum setelah kalian, mereka beriman kepadaku padahal mereka tidak melihatku.”
&

There is no Doubt in the Qur'an


The Book, is the Qur'an, and Rayb means doubt. As-Suddi said that Abu Malik and Abu Salih narrated from Ibn `Abbas, and Murrah Al-Hamadani narrated from Ibn Mas`ud and several other Companions of the Messenger of Allah that,
﴿لاَ رَيْبَ فِيهِ﴾
(In which there is no Rayb), means about which there is no doubt. Abu Ad-Darda', Ibn `Abbas, Mujahid, Sa`id bin Jubayr, Abu Malik, Nafi` `Ata', Abu Al-`Aliyah, Ar-Rabi` bin Anas, Muqatil bin Hayyan, As-Suddi, Qatadah and Isma`il bin Abi Khalid said similarly. In addition, Ibn Abi Hatim said, "I do not know of any disagreement over this explanation.'' The meaning of this is that the Book, the Qur'an, is without a doubt revealed from Allah. Similarly, Allah said in Surat As- Sajdah,
﴿الم - ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ﴾
(Alif Lam Mim). The revelation of the Book (this Qur'an) in which there is no doubt, is from the Lord of all that exists) (2:1-2).
Some scholars stated that this Ayah - 2:2 - contains a prohibition meaning, "Do not doubt the Qur'an.'' Furthermore, some of the reciters of the Qur'an pause upon reading,
﴿لاَ رَيْبَ﴾
(there is no doubt) and they then continue;
﴿فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ﴾
(in which there is guidance for the Muttaqin (the pious and righteous persons)). However, it is better to pause at,
﴿لاَ رَيْبَ فِيهِ﴾
(in which there is no doubt) because in this case,
﴿هُدًى﴾
(guidance) becomes an attribute of the Qur'an and carries a better meaning than,
﴿فِيهِ هُدًى﴾
(in which there is guidance).


There are Two Types of Hidayah (Guidance)



Huda here means the faith that resides in the heart, and only Allah is able to create it in the heart of the servants. Allah said,
﴿إِنَّكَ لاَ تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ﴾
(Verily, you (O Muhammad ) guide not whom you like) (28:56),
﴿لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ﴾
(Not upon you (Muhammad ) is their guidance) (2:272),
﴿مَن يُضْلِلِ اللَّهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ﴾
(Whomsoever Allah sends astray, none can guide him) (7:186), and,
﴿مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا﴾
(He whom Allah guides, he is the rightly guided; but he whom He sends astray, for him you will find no Wali (guiding friend) to lead him (to the right path)) (18:17).
Huda also means to explain the truth, give direction and lead to it. Allah, the Exalted, said,
﴿وَإِنَّكَ لَتَهْدِى إِلَى صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ﴾
(And verily, you (O Muhammad ) are indeed guiding (mankind) to the straight path (i.e. Allah's religion of Islamic Monotheism)) (42: 52),
﴿إِنَّمَآ أَنتَ مُنذِرٌ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ﴾
(You are only a warner, and to every people there is a guide) (13:7), and,
﴿وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَٰـهُمْ فَاسْتَحَبُّواْ الْعَمَى عَلَى الْهُدَى﴾
(And as for Thamud, We showed and made clear to them the path of truth (Islamic Monotheism) through Our Messenger (i.e. showed them the way of success), but they preferred blindness to guidance) (41:17).
testifying to this meaning.
Also, Allah said,
﴿وَهَدَيْنَٰـهُ النَّجْدَينِ ﴾
(And shown him the two ways (good and evil).) (90:10)
This is the view of the scholars who said that the two ways refer to the paths of righteousness and evil, which is also the correct explanation. And Allah knows best.


Guidance is granted to Those Who have Taqwa



Hidayah - correct guidance - is only granted to those who have Taqwa - fear of Allah. Allah said,
﴿قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدًى وَشِفَآءٌ وَالَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ فِى ءَاذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُوْلَـئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ﴾
(Say: It is for those who believe, a guide and a healing. And as for those who disbelieve, there is heaviness (deafness) in their ears, and it (the Qur'an) is blindness for them. They are those who are called from a place far away (so they neither listen nor understand)) (41:44), and,
﴿وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّـلِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا ﴾
(And We send down of the Qur'an that which is a healing and a mercy to those who believe (in Islamic Monotheism and act on it), and it increases the Zalimin (wrongdoers) in nothing but loss) (17:82).
This is a sample of the numerous Ayat indicating that the believers, in particular, benefit from the Qur'an. That is because the Qur'an is itself a form of guidance, but the guidance in it is only granted to the righteous, just as Allah said,
﴿يَأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُمْ مَّوْعِظَةٌ مَّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ﴾
(O mankind! There has come to you a good advice from your Lord (i. e. the Qur'an, enjoining all that is good and forbidding all that is evil), and a healing for that (disease of ignorance, doubt, hypocrisy and differences) which is in your breasts, ـ a guidance and a mercy (explaining lawful and unlawful things) for the believers) (10:57).
Ibn `Abbas and Ibn Mas`ud and other Companions of the Messenger of Allah said,
﴿هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ﴾
(guidance for the Muttaqin (the pious and righteous persons), means, a light for those who have Taqwa.


The Meaning of Al-Muttaqin



Ibn `Abbas said about,
﴿هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ﴾
(guidance for the Muttaqin) that it means, "They are the believers who avoid Shirk with Allah and who work in His obedience.'' Ibn `Abbas also said that Al-Muttaqin means, "Those who fear Allah's punishment, which would result if they abandoned the true guidance that they recognize and know. They also hope in Allah's mercy by believing in what He revealed.'' Further, Qatadah said that,
﴿لِّلْمُتَّقِينَ﴾
(Al-Muttaqin), are those whom Allah has described in His statement;
﴿الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلٰوةَ﴾
(Who believe in the Ghayb and perform the Salah) (2:3), and the following Ayat. Ibn Jarir stated that the Ayah (2:2) includes all of these meanings that the scholars have mentioned, and this is the correct view. Also, At-Tirmidhi and Ibn Majah narrated that `Atiyah As-Sa`di said that the Messenger of Allah said,
«لَا يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنَ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَالَا بَأْسَ بِهِ حَذَرًا مِمَّا بِهِ بَأْس»
(The servant will not acquire the status of the Muttaqin until he abandons what is harmless out of fear of falling into that which is harmful.) At-Tirmidhi then said "Hasan Gharib.''


No comments:

Post a Comment

 
back to top