Friday, June 8, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fatihah (Pembukaan) 12 (QS1:7)

0 Comments
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Fatihah (Pembukaan)
Surah Makkiyyah; surah ke 1: 7 ayat



Firman Allah: ghairil maghdluubi ‘alaiHim waladl-dlaal-liin (Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.”) Jumhur ulama membaca “ghairi” dengan memberi kasrah pada huruf “ra”, dan kedudukannya sebagai Na’at (sifat). Az-Zamakhsyari mengatakan: “Dibaca juga dengan memakai harakat fathah di atasnya, yang menunjukkan haall (keadaan).” Itu adalah bacaan Rasulullah saw. ‘Umar bin al-Khaththab, dan riwayat dari Ibnu katsir. Dzul haal adalah dhamir dalam kata “’alaiHim” sedangkan ‘amil adalah lafadz “an’amta”.
Artinya, tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya. Yaitu mereka yang memperoleh hidayah, istiqamah, dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Bukan jalan orang-orang yang mendapat murka, yang kehendak mereka telah rusak sehingga meskipun mereka mengetahui kebenaran namun menyimpang darinya. Bukan juga jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang-orang yang tidak memliki ilmu pengetahuan, sehingga mereka berada dalam kesesatan serta tidak mendapatkan jalan menuju kebenaran.
Pembicaraan disini dipertegas dengan kata “laa” (bukan), guna menunjukkan bahwa di sana terdapat dua jalan yang rusak, yaitu jalan orang-orang Yahudi dan jalan-jalan orang Nasrani. Juga untuk membedakan antara kedua jalan itu, agar setiap orang menjauhkan diri darinya.
Jalan orang-orang beriman itu mencakup pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya, sementara orang-orang Nasrani tidak memiliki ilmu (agama). Oleh karena itu, kemurkaan ditimpakan kepada orang-orang Yahudi, sedangkan kesesatan ditimpakan kepada orang-orang Nasrani. Karena orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkannya, berhak mendapat kemurkaan, berbeda dengan orang yang tidak memiliki ilmu.
Sedangkan orang Nasrani tatkala mereka hendak menuju kepada sesuatu, mereka tidak memiliki petunjuk kepada jalannya. Hal itu karena mereka tidak menempuh melalui jalan yang sebenarnya, yaitu mengikuti kebenaran. Maka merekapun masing-masing tersesat dan mendapat murka. Namun sifat Yahudi yang paling khusus adalah mendapat kemurkaan, sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai diri mereka (orang-orang Yahudi): Mal la-‘anaHullaaHu wa ghadliba ‘alaiHi (“Yaitu orang yang dilaknat dan dimurkai Allah”)(al-Maa-idah: 77)

Surah Al-Maaidah - سورة المائدة

[5:77] - Ini adalah sebahagian dari keseluruhan surah. [Papar keseluruhan surah]


A077
Katakanlah: "Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampau dalam agama kamu secara yang tidak benar, dan janganlah kamu menurut hawa nafsu suatu kaum yang telah sesat sebelum ini dan telah menyesatkan banyak manusia, dan juga (sekarang) mereka telah tersesat (jauh) dari jalan yang betul"
(Al-Maaidah 5:77) | <Embed> | English Translation | Tambah Nota Bookmark

Catatan:
1. Surah yang terdiri dari tujuh ayat ini mengandung pujian, pumuliaan, dan pengagungan bagi Allah melalui penyebutan asmaa’ul Husna milik-Nya, serta adanya sifat-sifat Yang Mahasempurna. Juga mencakup penyebutan tempat kembali manusia, yaitu hari pembalasan. Selain itu berisi bimbingan kepada para hamba-Nya agar mereka memohon dan tunduk kepadanya serta melepaskan upaya dan kekutan diri mereka untuk selanjutnya secara tulus ikhlash mengabdi kepada-Nya, mengesakan-Nya, dan mensucikan-Nya dari sekutu atau tandingan. Juga (berisi) bimbingan agar mereka memohon petunjuk kepada-Nya ke jalan yang lurus, yaitu agama yang benar serta menetapkan mereka pada jalan tersebut, sehingga ditetapkan bagi mereka untuk menyeberangi jalan yang tampak konkrit pada hari kiamat kelak menuju surga di sisi para Nabi, Shiddiqin, dan orang-orang shalih.
Surah al-Fatihah juga mengandung targhib (anjuran) untuk mengerjakan amal shalih agar mereka dapat bergabung bersama orang-orang yang beramal shalih, pada hari kiamat kelak. Serta mengingatkan agar mereka tidak menempuh jalan kebathilan supaya mereka tidak digiring bersama menempuh jalan tersebut pada hari kiamat, yaitu mereka tidak dimurkai dan tersesat.
2. Seusai membaca al-Fatihah disunnahkan bagi seseorang untuk mengucapkan “aamiin” seperti ucapan “Yaasiin”. Boleh juga mengucapkan “amiin” dengan alif dibaca pendek, artinya adalah “Ya Allah kabulkanlah.” Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi, dari Wail bin Hujr.”Aku pernh mendengar Nabi saw. membaca: ghaifil maghdluubi ‘alaiHim wa ladl-dlaal-liin, lalu beliau mengucapkan “aamiin” dengan memanjangkan suaranya.
Sedangkan menurut riwayat Abu Dawud: “Beliau meninggikan suaranya.” At-Tirmidzi mengatakan: “Hadits ini hasan.” Hadits ini diriwayatkan juga dari ‘Ali, Ibnu Mas’ud, dan lain-llainnya.
Dari Abu Hurairah, katanya: “Apabila Rasulullah saw. membaca: ghaifil maghdluubi ‘alaiHim wa ladl-dlaal-liin, maka beliau mengucapkan “aamiin” sehingga terdengar oleh orang-orang pada barisan pertama.’” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah. Ibnu Majah menambahkan pada hadits tersebut dengan kalimat: “Sehingga masjid bergetar karenanya.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh ad-Daruquthni, ia mengatakan: “Hadits ini berisnad hasan.”)
Sahabat Ibnu Katsir dan lain-lainnya mengatakan: “Disunnahkan juga mengucapkan “aamiin” bagi yang membacanya di luar shalat. Dan lebih ditekankan bagi orang yang mengerjakan shalat, baik ketika munfarid (sendiri) maupun sebagai imam atau makmum, serta dalam keadaan apapun. Berdasarkan hadits dalam kitab shahih al-Bukhari dan shahih Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
“Jika seorang imam mengucapkan amin, maka ucapkanlah amin, sesungguhnya barangsiapa yang ucapan amin-nya bertepatan dengan aminnya malaikat, maka akan diberi ampunan baginya atas dosa-dosanya yang telah lalu.”
Menurut riwayat Muslim, Rasulullah bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian mengucapkan amin di dalam shalat, dan malaikat di langit juga mengucapkan amin, lalu masing-masing ucapan amin dari keduanya bertepatan, maka akan diberi ampunan baginya atas dosa-dosanya yang telah lalu.”
Ada yang mengatakan: “Artinya, barangsiapa yang waktu ucapan amin-nya bersamaan denga amin yang diucapkan malaikat.” Ada juga yang berpendapat bahwa maksudnya, bersamaan dalam pengucapannya. Dan ada yang berpendapat kebersamaan itu dalam hal keikhlasan.
Dalam shahih Muslim diriwayatkan hadits marfu’ dari Abu Musa bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika seorang telah membaca waladl-dlaal-liin, maka ucapkanlah “aamiin” niscaya Allah mengabulkan permohonan kalian.”
Mayoritas ulama mengatakan bahwa makna amiin itu adalah: “Ya Allah perkenankanlah untuk kami.”
Para shahabat Imam Malik berpendapat bahwa seorang imam tidak perlu mengucapkan amin, cukup makmum saja yang mengucapkannya. Berdasarkan pada hadits riwayat imam Malik dari Sami, dari Abu Shalih, dari Abu Murairah, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Jika seorang imam telah membaca waladl-dlaal-liin, maka ucapkanlah: “aamiin”

Mereka juga menggunakan hadits dari Abu Musa al-Asy’ari yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah bersabda: “Jika ia telah membacaa waladl-dlaal-liin, maka ucapkanlah: “aamiin
Dan Rasulullah sendiri mengucapkan “aamiin” ketika beliau selesai membaca ghairil maghdluubi ‘alaiHim waladl-dlaal-liin.
Para shahabat telah berbeda pendapat mengenai jahr (suara keras) bagi makmum dalam mengucapkan amiin dalam shalat jahr-nya. Kesimpulan dari perbedaan pendapat itu, bahwa jika seorang imam lupa mengucapkan amiin, maka makmum harus serempak mengucapkannya dengan suara keras. Dan jika sang imam telah mengucapkannya dengan suara keras, (menurut) pendapat yang baru, menyatakan bahwa para makmum tidak mengucapkannya dengan suara keras.
(Pendapat) yang terakhir ini juga merupakan pendapat Abu Hanifah dan sebuah riwayat dari Imam Malik, karena amiin itu merupakan salah satu bentuk dzikir sehingga tidak perlu dikeraskan sebagaimana halnya dzikir-dzikir shalat lainnya. Sedangkan pendapat yang lama menyatakan, bahwa para makmum juga perlu mengucapkannya dengan suara keras. Hal itu merupakan pendapat imam Ahmad bin Hambal dan sebuah riwayat yang lain dari imam Malik seperti yang telah disebutkan di atas. Berdasarkan hadits: “Sehingga masjid bergetar[karenanya].”
Selesai.

No comments:

Post a Comment

 
back to top