Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nisaa’ ayat 47-48
8FEB
“Hai orang-orang yang telah diberi al-Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (al-Qur’an), yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami merubah muka(mu), lalu Kami putarkan kebelakang, atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. (QS. 4:47) Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Allah mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. 4:48)” (an-Nisaa’: 47-48)
Allah memerintahkan Ahlul Kitab untuk beriman dengan apa yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad, berupa kitab yang agung yang memuat pembenaran berita-berita yang ada pada mereka, seperti kabar-kabar gembira. Serta merupakan ancaman bagi mereka, jika mereka tidak mengamal-kan, dengan firman-Nya: min qabli an nathmisa wujuuHan fanaruddaHaa ‘alaa adbaariHaa (“Sebelum Kami merubah muka [mu], lalu Kami putarkan ke belakang.”)
Sebagian ahli tafsir berkata, maknanya dari ayat: min qabli an nathmisa wujuuHan (“Sebelum Kami [Allah] merubah muka [mu].”) Merubahnya yaitu, diputarkan ke belakang dan menjadikan pandangan mereka ke arah belakang.”
Al-`Aufi mengatakan dari Ibnu`Abbas tentang ayat ini, arti merubahnya yaitu, membutakannya. fanaruddaHaa ‘alaa adbaariHaa (“Lalu Kami putarkan ke belakang.”) Kami jadikan wajah-wajah mereka di arah belakang mereka, sehingga mereka berjalan mundur. Dan Kami jadikan bagi salah seorang di antara mereka, dua buah mata di bagian kepala belakang.
Demikianlah komentar Qatadah dan `Athiyah al-‘Aufi. Hal ini merupakan hukuman dan adzab yang paling dahsyat. Inilah perumpamaan yang dibuat Allah tentang mereka yang berpaling dari kebenaran, menuju kepada kebathilan, serta berbalik dari jalan yang terang menuju kepada jalan kesesatan. Mereka bingung dan berjalan mundur kebelakang. Mujahid berkata: “Sebelum Kami (Allah) merubah wajah-wajah(mereka) dari jalan kebenaran, lalu Kami putarkan ke belakang menuju ke-sesatan.” Ibnu Abi Hatim berkata: “Pendapat semisal ini diriwayatkan dari Ibnu `Abbas dan al-Hasan. Dan disebutkan bahwa Ka’ab al-Ahbar masuk Islam ketika mendengar ayat ini.”
Kemudian firman-Nya: au nal’anaHum kamaa la’annaa ash-haabash shabti (“Atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang [yang berbuat maksiat] di hari Sabtu.”) Yaitu, orang-orang yang melanggar pada hari Sabtu, dengan menyiasati dalam berburu, maka mereka dirubah menjadi monyet dan babi. Kisah mereka secara panjang lebar akan dipaparkan dalam surat al-A’raaf.
Firman Allah: wa kaana amrullaaHi maf’uulan (“Dan ketetapan Allah pasti berlaku.”) Yaitu, jika Allah memerintahkan satu perkara, maka tidak ada yang dapat menentang atau menandingi.
Kemudian Allah mengabarkan bahwa Allah tidak mengampuni perbuatan syirik, dalam arti tidak mengampuni seorang hamba yang menjumpai-Nya (mati) dalam keadaan musyrik. Dan Allah mengampuni dosas elain itu, yaitu bagi yang dikehendaki-Nya. Banyak hadits-hadits yang berkaitan dengan ayat yang mulia ini. Kita akan menyebutkan yang mudah saja.
Imam Ahmad meriwayatkan, dari Abu Idris, aku mendengar Mu’awiyah berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Setiap dosa pasti diampuni oleh Allah, kecuali seseorang yang mati dalam keadaan kafir atau membunuh seorang mukmin secara sengaja.” (Juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari al-A’masy)
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata: “Suatu malam aku keluar, tiba-tiba aku melihat Rasulullah sedang berjalan seorang diri. Aku menduga beliau sedang tidak suka berjalan dengan seseorang, lalu aku mencoba berjalan di bawah sinar bulan, akhirnya beliau menoleh dan melihat aku. Beliau berkata: “Siapa itu?” Aku menjawab: “Abu Dzar, semoga Allah menjadikan aku tebusanmu.” Beliau berkata: “Hai Abu Dzar, kemarilah.” Lalu aku berjalan sesaat bersama beliau, beliau bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang yang kaya adalah orang-orang yang paling sedikit pahalanya di hari Kiamat nanti, kecuali orang yang diberikan kebaikan oleh Allah, lalu disebarkan dari arah kanan dan kirinya, serta dari arah depan dan belakangnya dan ia beramal kebaikan dalam hartanya itu.” Lalu aku berjalan lagi sesaat bersama beliau saw., maka beliau berkata kepadaku: “Duduklah di sini”. Beliau pun mempersilahkanku duduk di sebuah lembah penuh batu-batuan. Beliau berkata kepadaku: “Duduklah disini, hingga aku kembali.” Kemudian beliau pergi menuju padang pasir hingga tidak terlihat lagi olehku.
Di saat aku menunggu lama, kemudian aku mendengar beliau datang sambil berkata: “Sekalipun berzina atau mencuri.” Abu Dzar berkata, ketika beliau datang, aku merasa tidak sabar sehingga aku bertanya: “Ya Nabi Allah, semoga Allah menjadikan aku tebusanmu. Siapakah yang berbicara dari arah padang pasir itu. Aku mendengar seseorang menghadap engkau”. Beliau menjawab: “Itulah Jibril, yang mendatangi aku di sisi padang pasir, sambil berkata: ‘Berikanlah kabar gembira pada umatmu, bahwa barangsiapa yang mati tidak menyekutukan Allah sedikit pun, ia akan masuk Surga.’ Aku bertanya: ‘Wahai Jibril, walaupun mencuri dan berzina?’ Dia menjawab: ‘Ya.’ Aku bertanya: ‘Walaupun mencuri dan berzina?’ Dia menjawab: ‘Ya.’ Aku bertanya lagi: ‘Walaupun mencuri dan berzina?’ Dia menjawab: ‘Ya. Sekalipun meminum khamr.’”
Al-Hafizh Abu Bakar al-Bazzar dan al-Hafizh Abu Ya’la meriwayatkan dari Tsabit, dari Anas, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang dijanjikan pahala oleh Allah atas amalnya, maka Allah akan memenuhinya. Dan barangsiapa yang diancam dengan siksaan atas amalnya, maka Dia akan memilih (antara mengadzab atau mengampuni).”
Firman Allah: wa may yusyrik billaaHi faqadiftaraa itsman ‘adhiiman (“Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”) Seperti firman-Nya:
“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Di dalam ash-Shahihain, diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Aku bertanya: “Ya Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Beliau menjawab: “Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia-lah yangmenciptakanmu.” Dan beliau menyebutkan kelanjutan hadits ini.
&
No comments:
Post a Comment