Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 115
31MAR
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Mahamengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 115)
Ayat ini -wallahu a’lam-, mengandung hiburan bagi Rasulullah dan para sahabatnya yang diusir dari Makkah dan dipisahkan dari masjid dan tempat shalat mereka. Dulu Rasulullah mengerjakan shalat di Makkah dengan menghadap ke Baitulmaqdis, sedang Ka’bah berada di hadapannya. Dan ketika hijrah ke Madinah, beliau di hadapkan langsung ke Baitulmaqdis selama 16 atau 17 bulan. Dan setelah itu, Allah Ta’ala menyuruhnya menghadap Ka’bah.
Oleh karena itu, Allah berfirman: wa lillaaHil masyriqu wal maghribu fa aina maa tuwalluu fa tsamma wajHullaaHi (“Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemanapun kalian menghadap disitulah wajah Allah.”)
Dalam kitab “An-Naasikhu sal mansuukh”, Abu Ubaid, Qasim bin Salam meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Ayat al-Qur’an yang pertama kali dinasakh dan yang telah diceritakan kepada kami -wallahu a’lam- adalah masalah kiblat.
Allah berfirman: wa lillaaHil masyriqu wal maghribu fa aina maa tuwalluu fa tsamma wajHullaaHi (“Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemanapun kalian menghadap disitulah wajah Allah.”) Maka Rasulullah pun menghadap dan mengerjakan shalat ke arah Baitulmaqdis dan meninggalkan Baitulatiq (Ka’bah). Setelah Allah Ta’ala memerintahkannya untuk menghadap ke Baitulatiq. Dan Dia-pun menasakh perintah-Nya untuk menghadap ke Baitulmaqdis.
Dia pun berfirman yang artinya: Dan dari mana saja engkau keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arab Masjidilharam. Dan di mana saja kalian berada, maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 150).
Ibnu Jarir mengatakan, para ulama yang lain mengemukakan: “Ayat ini turun kepada Rasulullah sebagai pemberian izin Bari Allah bagi beliau untuk mengerjakan shalat sunnah dengan menghadap ke arah mana saja ia menghadap, ke barat maupun ke timur, sesuai dengan arah perjalanannya, dalam keadaan perang sedang berkecamuk, dan dalam keadaan sangat takut.”
Abu Kuraib pernah menceritakan kepada kami dari Ibnu Umar, “Bahwasanya ia pernah mengerjakan shalat ke arah mana saja binatang kendaraannya menghadap.”
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah juga melakukan hal seperti itu dalam menafsirkan ayat ini, fa aina maa tuwalluu fa tsamma wajHullaaHi (“Maka kemanapun kalian menghadap disitulah wajah Allah.”) Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih melalui beberapa jalan dari Abdul Malik bin Abi Sulaiman. Dan dalam Kitab Shahihain, hadits itu berasal dari Ibnu Umar dan Amir bin Rabi’ah tanpa menyebutkan ayat itu.
Sedangkan dalam kitab Shahih al-Bukhari diriwayatkan sebuah hadits dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah ditanya mengenai shalat Khauf dan (pengaturan) shafnya. Lalu ia mengatakan: “Jika rasa takut sudah demikian mencekam, maka mereka mengerjakannya dalam keadaan berjalan di atas kaki mereka atau sambil berkendaraan, dengan menghadap kiblat atau tidak menghadapnya.”
Nafi’ menuturkan: “Aku tidak mengetahui Ibnu Umar mengatakan hal itu kecuali bersumber dari Nabi saw.”
Permasalahan:
Dalam riwayat yang mashur dari Imam Syafi’i, dia tidak membedakan antara perjalanan biasa maupun perjalanan dalam menghadapi musuh. Keduanya boleh mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan. Demikian pula pendapat Abu Hanifah. Berbeda dengan pendapat Imam Malik dan jama’ahnya. Sedangkan mengenai pengulangan shalat karena adanya kesalahan yang tampak jelas dalam menghadap kiblat, maka dalam hal ini terdapat dua pendapat.
Dalam riwayat yang mashur dari Imam Syafi’i, dia tidak membedakan antara perjalanan biasa maupun perjalanan dalam menghadapi musuh. Keduanya boleh mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan. Demikian pula pendapat Abu Hanifah. Berbeda dengan pendapat Imam Malik dan jama’ahnya. Sedangkan mengenai pengulangan shalat karena adanya kesalahan yang tampak jelas dalam menghadap kiblat, maka dalam hal ini terdapat dua pendapat.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi bersabda: “Antara timur dan barat itu adalah kiblat.” Lebih lanjut Imam at-Tirmidzi mengatakan: “Derajat hadits ini adalah hasan shahih.” Diceritakan dari Imam al-Bukhari, ia mengatakan, hadits ini lebih kuat dan lebih shahih dari hadits Abu Ma’syar. Sabda Rasulullah: “Antara timur dan barat itu adalah kiblat,” menurut Imam at-Tirmidzi diriwayatkan dari beberapa sahabat, di antaranya adalah Umar bin al-Khaththab dan Ali bin Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhum.
Ibnu Umar mengatakan: “Jika engkau posisikan arah barat berada di sebelah kananmu dan arah timur berada di sebelah kirimu, maka di antara keduanya adalah kiblat, jika engkau mencari kiblat.”
Makna firman Allah: innallaaHa waasi’un ‘aliim (“Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Mahamengetahui,”) menurut Ibnu Jarir, bahwa Dia meliputi semua makhluk-Nya dengan kecukupan, kedermawanan, dan karunia. Sedangkan makna firman-Nya “’aliimun” yakni Dia mengetahui semua perbuatan makhluk-Nya. Tidak ada satu perbuatan pun yang tersembunyi dan luput dari-Nya, tetapi sebaliknya, Dia Mahamengetahui seluruh perbuatan mereka.
&
No comments:
Post a Comment