Friday, June 8, 2018

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 40-41

0 Comments

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 40-41

9FEB
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat
tulisan arab surat albaqarah ayat 40-41“Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut [tunduk]. (QS. Al-Baqarah: 40). Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan [al-Qur’an] yang membenarkan apa yang ada padamu [Taurat], dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah, dan hanya kepada Aku-lah kamu harus bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 41)
Melalui firman-Nya ini, Allah memerintahkan Bani Israil untuk masuk agama Islam dan mengikuti Nabi Muhammad serta menggugah mereka dengan menyebut bapak mereka, Israil, yaitu Nabi Ya’qub as. Pengertiannya, “Hai anak-anak hamba shalih yang taat kepada Allah, jadilah kalian seperti ayah kalian (Ya’qub) dalam mengikuti kebenaran.” Hal itu seperti jika anda mengatakan, “Wahai anak orang yang mulia, berbuatlah seperti ini. Wahai anak si pemberani, tandingilah para pahlawan,” atau juga, “Hai anak orang alim, tuntutlah ilmu.” Dan lain sebagainya.
Dan di antara hal itu juga adalah firman Allah: “Yaitu anak cucu dari orang-orang yang kami bawa bersama-sama Nub. Sesungguhnya ia adalah hamba (Allah) yang banyak besyukur.” (QS. Al-Israa’: 3).
Dengan demikian yang dimaksud dengan Israil adalah Ya’qub. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, bahwa Israil seperti ungkapan anda, Abdullah.
Dan firman-Nya, “Ingatlah akan nikmat-Ku yang Aku anugerahkan kepadamu.” Mujahid mengatakan, yaitu nikmat yang dikaruniakan Allah swt. kepada mereka, baik yang disebutkan maupun tidak, di antaranya berupa memancarnya mata air dari batu, turunnya manna (makanan manis seperti madu) dan salwa (burung sebangsa puyuh) dan selamatnya mereka dari perbudakan Fir’aun.
Abu al-Aliyah mengatakan: “Nikmat Allah itu berupa ketetapan-Nya untuk menjadikan di antara mereka para nabi dan rasul serta menurunkan kepada mereka kitab-kitab.” Mengenai hal ini, penulis katakan bahwa yang demikian itu seperti ucapan Musa as. kepada mereka (Bani Isra’il):
“Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah yang diberikan kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kamu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada-mu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain.” (QS. Al-Maa-idah: 20),. Yaitu pada zaman mereka.
Firman-Nya, “Dan penuhilah janjimu kepadaKu, niscaya Aku penuhi janji-ku kepadamu. ” Yaitu janji yang telah Aku ambil darimu untuk mengikuti Nabi Muhammad saw. ketika datang kepadamu, maka Aku akan memenuhi apa yang telah Aku janjikan kepadamu, jika engkau membenarkan dan mengikutinya, dengan melepaskan beban dan belenggu yang menjeratmu dikarenakan dosa-dosamu.
Al-Hasan al-Bashri mengatakan, itulah makna firman Allah swt:
“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik; sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai.” (QS. Al-Maa-idah: 12).
Dan firman-Nya, “Dan hanya kepada-Ku kamu harus- takut (tunduk). ” Artinya, hendaklah kalian takut Aku akan menurunkan kepada kalian apa yang aku turunkan kepada nenek moyang sebelum kalian berupa berbagai macam musibah yang kalian sendiri telah mengetahuinya, seperti perubahan bentuk muka dan lain-lainnya. Ini merupakan perpindahan dari targhib ke tarhib. Dengan targhib dan tarhib itu Allah menyeru mereka untuk kembali kepada kebenaran, mengikuti Rasulullah, berpegang pada al-Qur’an, menaati perintah-Nya, membenarkan berita-berita yang disampaikan-Nya, dan Allah menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.
Oleh karena itu Dia berfirman: “Dan berimanlah kepada apa yang Aku turunkan, yang membenarkan apa yang ada padamu.” Artinya, wahai sekalian Ahlul Kitab, berimanlah kepada kitab yang telah Aku turunkan, yang membenarkan apa yang ada pada kalian. Yang demikian itu karena mereka mendapatkan Muhammad saw. tertulis di dalam kitab Taurat dan Injil yang ada pada mereka.
Firman-Nya, “Dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. ” Sebagian ahli tafsir mengatakan: “Yaitu satu kelompok yang pertama kali kafir terhadapnya.” Ibnu Abbas mengatakan: artinya, janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir terhadapnya sedang kalian memiliki pengetahuan tentang hal itu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Abu al-Aliyah mengatakan, artinya, janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir kepada Muhammad, dari golongan ahli kitab setelah kalian mendengar pengutusannya. Demikian juga yang dikemukakan oleh Hasan al-Bashri, as-Suddi dan Rabi’ bin Anas. Dan yang menjadi pilihan Ibnu Jarir bahwa dhamir (kata ganti) dalam “biHi”itu kembali kepada al-Qur’an yang telah disebutkan pada firman-Nya, “Yang telah Aku turunkan. ”
Kedua pendapat di atas seluruhnya benar, sebab keduanya saling berkaitan. Karena orang yang kafir terhadap al-Qur’an berarti telah kafir kepada Muhammad saw. Dan orang yang kafir kepada Muhammad saw. berarti telah kafir kepada al-Qur’an.
Sedangkan firman-Nya, “Orang yang pertama kali kafir kepadanya.” Yakni orang yang pertama kali kafir kepadanya dari Bani Israil. Karena banyak orang yang telah kafir sebelum mereka, yakni orang-orang kafir Quraisy dan suku Arab. Dan yang dimaksud dengan orang yang pertama kali kafir kepadanya adalah orang dari kalangan Bani Israil. Karena orang Yahudi Madinah merupakan Bani Israil yang pertama kali menjadi sasaran Allah di dalam al-Qur’an. Maka kekafiran mereka kepadanya menunjukkan bahwa mereka adalah yang pertama kali kafir kepadanya dari bangsa mereka.
Dan firman-Nya, “Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah.” Artinya, janganlah kalian menukar iman kalian kepada ayat-ayat-Ku dan pembenaran terhadap Rasul-Ku dengan dunia dan segala isinya yang menggiurkan, karena ia merupakan suatu yang sedikit lagi binasa (tidak kekal).
Sebagaimana diriwayatkan Abdullah bin al Mubarak, dari Abdur Rahman bin Zaid bin Jabir, dari Harun bin Yazid, bahwa Hasan al Bashri pemah ditanya mengenai firman Allah “Harga yang murah,” maka ia pun menjawab, “Harga yang murah adalah dunia dan segala isinya.”
Mengenai firman-Nya, “Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah,” Abu Ja’far meriwayatkan dari Rabi’ bin Anas, dari Abu al-Aliyah, artinya, “Janganlah kalian mengambil upah dalam mengajarkannya,” hal itu telah tertulis di dalam kitab mereka yang terdahulu: “Hai anak Adam ajarkan (ilmu ini) dengan cuma-cuma sebagaimana diajarkan kepada kalian secara cuma-cuma.”
Dalam kitab Sunan Abi Dawud diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah katanya Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang semestinya dicari untuk memperoleh ridha Allah, kemudian ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kemewahan dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud).
Adapun mengajarkan ilmu dengan mengambil upah, jika hal itu merupakan suatu fardhu ain bagi dirinya, maka tidak dibolehkan mengambil upah darinya, tetapi dibolehkan baginya menerima dari Baitul Mal guna memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Tetapi jika ia tidak memperoleh suatu apa pun dari pengajarannya dan hal itu menghalanginya dari mencari penghasilan, maka berarti pengajaran tersebut tidak menjadi fardhu ain, dan dengan demikian dibolehkan baginya mengambil upah darinya.
Demikian menurut Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas ulama. Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Sa’id, tentang kisah orang yang tersengat kalajengking, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang lebih berhak kalian ambil darinya upah adalah Kitabullah.”
Demikian juga tentang kisah seorang wanita yang dilamar, Rasulullah bersabda: “Aku nikahkan engkau kepadanya dengan mahar berupa surat yang engkau hafal dari al-Qur’an.”
Sedangkan hadits Ubadah bin ash-Shamit, yang mengisahkan bahwa ia pernah mengajarkan kepada salah seorang dari ahli Shuffah sesuatu dari al-Qur’an, lalu orang itu memberinya hadiah berupa busur panah. Kemudian ia menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. maka beliau pun bersabda: “Jika engkau suka dikalungi dengan busur dari api neraka, maka terimalah busur tersebut.” (HR. Abu Dawud). Maka akhirnya is menolak pemberian busur itu.
Hal serupa juga diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab secara marfu’. Jika sanad hadits ini shahih, menurut kebanyakan para ulama, di antaranya Abu Umar bin Abdul Barr, dapat dipahami bahwa yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu yang diajarkan oleh Allah, sehingga tidak diperbolehkan baginya untuk menukar pahala mengajarkannya dengan busur panah. Namun, jika sejak semula ia mengajarkan ilmu dengan mengambil upah, maka hal itu dibenarkan, sebagaimana yang telah diterangkan dalam kedua hadits terakhir di atas. Wallahu a’lam.
Dan firman-Nya: “Dan hanya kepada-Ku kamu harus bertakwa.” Dari Thalq bin Habib, Ibnu Abi Hatim mengatakan: “Takwa berarti berbuat taat kepada Allah dengan mengharap rahmat-Nya atas nur (petunjuk) dari-Nya, dan meninggalkan maksiat kepada Allah di atas nur (petunjuk) dari Allah, karena takut akan siksa-Nya.”
Sedangkan makna firman-Nya, “Dan hanya kepada-Ku kamu harus bertakwa,” itu berarti bahwa Allah swt. mengancam mereka (Bani Israil) atas kesengajaan mereka menyembunyikan kebenaran dan menampakkan yang sebaliknya serta pembangkangan mereka terhadap Rasulullah saw.
&

No comments:

Post a Comment

 
back to top